21 Januari 2020

Lingkar Tanah Lingkar Air - Ahmad Tohari



                Novel Lingkar Tanah Lingkar Air adalah novel ke-4 yang saya baca karya Ahmad Tohari. Jujur , sampai selesai membaca novel ini, saya masih belum bisa mencerna hubungan judul Lingkar Tanah Lingkar Air dengan isi novel. Pada novel-novel sebelumnya,  Orang-Orang Proyek, Bekisar Merah, dan Di Kaki Bukit Cibalak, dengan mudah saya menemukan keterkaitan antara judul novel dengan isinya.

                Novel Lingkar Tanah Lingkar Air, karya Ahmad Tohari kali ini mengambil tema yang berbeda sama sekali dengan ke-3 novel yang telah saya baca. Kali ini A.Tohari mengetengahkan tema suasana perjuangan zaman dulu. Dimana Indonesia masih berkelambu carut marut berbagai kepentingan. Pertengkaran antar saudara sendiri menjadi hal yang nista, hanya karena kepentingan golongan, yang seharusnya bisa dihindari.

                Dalam novel ini A.Tohari tidak pernah lepas dari kepandaiannya memainkan deskripsi, walaupun sudah tidak dominan lagi.
                “Sekelilingku tetap remang karena sinar matahari hampir tak mampu menembus kelebatan hutan. Hanya pada bagian-bagian tertentu tampak serpih cahaya jatuh lurus dan membuat pendar pada daun-daun kering yang berserakan di tanah. Selebihnya adalah teduh atau bahkan remang” (hal :7-8).

“Kiram mengambang seperti bangkong, tetapi matanya awas. Ketika Mantri Karsun muncul agak di sebelah timur, Kiram malah menyelam. Ya Tuhan. Kemudian aku melihat air di sana berbuih-buih dan berwarna merah. Aku yakin ada pertempuran di bawah permukaan air. Kedua kaki tukang perahu tambang gemetar. Aku pun berusaha memalingkan muka, tak sanggup melihat air sungai menjadi merah. Celakanya, ketika aku kembali melihat ke sana, dua kepala muncul bersama. Satu kepala Kiran, yang lain kepala Mantri Karsun yang sudah terlepas dari tubuhnya. Aku menjerit dan melompat, lalu jatuh terduduk di lantai perahu” (hal: 63).

                Pergolakan perang mempertahankan kemerdekaan RI antara tahun 1946-1950 menyeret banyak pemuda kampung ke dalam kancah perjuangan bersenjata. Di antara mereka adalah Amid dan kawan-kawan yang berjuang di bawah panji Hizbullah. Amid dan kawan-kawan bertempur dan membela kemerdekaan RI sebagai kewajiban iman mereka. Amid pribadi bertekad setelah situasi damai akan bergabung menjadi anggota tentara rsmi negara.

                Tetapi sejarah membawa Amid masuk menjadi anggota laskar DI/TII yang menentang Pemerintah RI. Amid yang sesungguhnya seorang yang sangat cinta Tanah Air sering bimbang karena pasukannya sering memerangi warga seagama, bahkan suatu kali Amid menembak mati seorang tentara yang disakunya tersimpan kitab suci dan tasbih. Dia tidak sedih ketika Khalifah DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo tertangkap dan menyerukan seluruh laskarnya menyerahkan diri.

                Tiga tahun kemudian Amid dan kawan-kawan malahan diminta oleh tentara untuk membantu menumpas pasukan komunis yang bertahan di hutan jati. Mereka kembali mengangkat senjata, kali ini atas nama Tentara RI, sesuatu yang pernah amat didambakan Amid; bertempur dengan semangat jihad untuk Republik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar