27 Desember 2007

Bermain dengan Rindu




Bentangan air telaga nan jernih, dengan timpahan sinar mentari, menimbulkan binar-binar cemerlang bak mutiara di atas permadani bening. Di atasnya sepasang angsa putih bersih bersenda gurau memainkan melodi tentang kasih, tentang haru biru bercinta. Sedangkan angin yang lewat sejenak, membelai bulu-bulu angsa yang halus, menimbulkan aroma wewangian, menambah suasana romantis, bak surga di tanah Cina yang rupawan.

Ada kegelisahan di riak air. Gejolak lirih menimbulkan garis-garis melengkung, dari pusat membentuk lengkungan yang kian lebar, kian lebar hingga ke tepi telaga, dan pada akhirnya menghilang tanpa jejak. Sedang air jernih kembali jernih
.
Ketika angsa betina memagutkan kepalanya pada sang jantan. Ketika terdengar lenguh manja. Ketika mata bertemu mata. Ketika senyum bertemu senyum. Ketika bentangan daun-daun di sekitar telaga tak terhiraukan. Ketika angin tak terasakan lagi. Semuanya sekejap memainkan peran yang sama-sama berarti dan mempunyai makna. Nampak angsa betina tersenyum dengan tatapan mata berbinar, begitu pula dengan angsa jantan.

Tiba-tiba langit yang sedari tadi tampak bersahabat, dalam sekejap telah dipayungi mendung hitam tebal. Sedangkan angin tidak lagi mendayu tapi sudah berubah menjadi angin kencang. Riak air mulai nampak di telaga yang bening itu. Riaknya makin lama makin membesar hingga berubah menjadi gelombang yang menampar dinding tepi telaga. Sedang pohon-pohon rindang mulai meliuk-liuk mempertahankan kekokohannya.
Daun-daun yang seharusnya belum gugur dengan terpaksa gugur berjatuhan ke tanah dan tertiup angin, dibawa ke langit. Hewan serangga yang sedari tapi menikmati pemandangan indah yang diperankan kedua angsa tadi lari berhamburan menuju sarangnya. Sedangkan yang tidak sempat terbawa angin, terbang.

Satu dua titik-titik air mulai luruh. Membasahi tanah dengan rerumputan yang hijau. Tanah mulai basah dengan genangan-genangan air di sana sini. Daun-daun yang berserakan tak luput berlepotan dengan air. Angsa jantan sudah mulai naik di tepi telaga diikuti angsa betina. Sejenak mereka berdua bertatapan, tanpa suara, tanpa kedipan mata, tanpa makna. Gelegar dan kilatan petir membuyarkan pikiran mereka, tapi semuanya tidak bertahan lama. Kesunyian hadir di hati masing-masing. Tatapan mata, tak bermakna, senyum tak bermakna, hanya ada kegalauan yang hinggap dan menghuni di masing-masing hati mereka.

Air telaga mulai menggenangi kaki mereka. Hujan semakin lama semakin deras. Angin kelihatan sudah tidak bersahabat lagi. Pohon-pohon satu dua sudah mulai tumbang. Sedangkan rumput yang mereka pijak sudah tak tampak. Semuanya tergenang air yang sudah mulai keruh bercampur dengan tanah dan sisa-sisa daun yang tertinggal di tepi telaga itu. Keceriaan dan kesyahduan yang sejenak mereka nikmati tadi telah luluh lantak terhapus. Yang tersisa hanya di hati masing-masing.

Tanpa ada suara, tanpa ada tatapan, tanpa ada keceriaan, angsa jantan dan angsa betina mencari jalan sendiri-sendiri. Mencari jalan ke sarang mereka. Mencari kehidupan yang mereka anggap paling bersahaja. Berusaha menemukan kebenaran di atas kebenaran. Berusaha menemukan cinta di atas cinta. Berusaha menemukan kebahagiaan di atas kebahagiaan. Berusaha menemukan kesombongan di atas kesombongan. Sedangkan rasa rindu, dengan pongah mereka titipkan pada angin, pada hujan, pada halilintar, pada air, pada pohon, pada tepi telaga, yang sekarang sudah keruh airnya.

(Catatan perjalanan mencuri waktu)

Bermain dengan Rindu





Bentangan air telaga nan jernih, dengan timpahan sinar mentari, menimbulkan binar-binar cemerlang bak mutiara di atas permadani bening. Di atasnya sepasang angsa putih bersih bersenda gurau memainkan melodi tentang kasih, tentang haru biru bercinta. Sedangkan angin yang lewat sejenak, membelai bulu-bulu angsa yang halus, menimbulkan aroma wewangian, menambah suasana romantis, bak surga di tanah Cina yang rupawan.

Ada kegelisahan di riak air. Gejolak lirih menimbulkan garis-garis melengkung, dari pusat membentuk lengkungan yang kian lebar, kian lebar hingga ke tepi telaga, dan pada akhirnya menghilang tanpa jejak. Sedang air jernih kembali jernih
.
Ketika angsa betina memagutkan kepalanya pada sang jantan. Ketika terdengar lenguh manja. Ketika mata bertemu mata. Ketika senyum bertemu senyum. Ketika bentangan daun-daun di sekitar telaga tak terhiraukan. Ketika angin tak terasakan lagi. Semuanya sekejap memainkan peran yang sama-sama berarti dan mempunyai makna. Nampak angsa betina tersenyum dengan tatapan mata berbinar, begitu pula dengan angsa jantan.

Tiba-tiba langit yang sedari tadi tampak bersahabat, dalam sekejap telah dipayungi mendung hitam tebal. Sedangkan angin tidak lagi mendayu tapi sudah berubah menjadi angin kencang. Riak air mulai nampak di telaga yang bening itu. Riaknya makin lama makin membesar hingga berubah menjadi gelombang yang menampar dinding tepi telaga. Sedang pohon-pohon rindang mulai meliuk-liuk mempertahankan kekokohannya.
Daun-daun yang seharusnya belum gugur dengan terpaksa gugur berjatuhan ke tanah dan tertiup angin, dibawa ke langit. Hewan serangga yang sedari tapi menikmati pemandangan indah yang diperankan kedua angsa tadi lari berhamburan menuju sarangnya. Sedangkan yang tidak sempat terbawa angin, terbang.

Satu dua titik-titik air mulai luruh. Membasahi tanah dengan rerumputan yang hijau. Tanah mulai basah dengan genangan-genangan air di sana sini. Daun-daun yang berserakan tak luput berlepotan dengan air. Angsa jantan sudah mulai naik di tepi telaga diikuti angsa betina. Sejenak mereka berdua bertatapan, tanpa suara, tanpa kedipan mata, tanpa makna. Gelegar dan kilatan petir membuyarkan pikiran mereka, tapi semuanya tidak bertahan lama. Kesunyian hadir di hati masing-masing. Tatapan mata, tak bermakna, senyum tak bermakna, hanya ada kegalauan yang hinggap dan menghuni di masing-masing hati mereka.

Air telaga mulai menggenangi kaki mereka. Hujan semakin lama semakin deras. Angin kelihatan sudah tidak bersahabat lagi. Pohon-pohon satu dua sudah mulai tumbang. Sedangkan rumput yang mereka pijak sudah tak tampak. Semuanya tergenang air yang sudah mulai keruh bercampur dengan tanah dan sisa-sisa daun yang tertinggal di tepi telaga itu. Keceriaan dan kesyahduan yang sejenak mereka nikmati tadi telah luluh lantak terhapus. Yang tersisa hanya di hati masing-masing.

Tanpa ada suara, tanpa ada tatapan, tanpa ada keceriaan, angsa jantan dan angsa betina mencari jalan sendiri-sendiri. Mencari jalan ke sarang mereka. Mencari kehidupan yang mereka anggap paling bersahaja. Berusaha menemukan kebenaran di atas kebenaran. Berusaha menemukan cinta di atas cinta. Berusaha menemukan kebahagiaan di atas kebahagiaan. Berusaha menemukan kesombongan di atas kesombongan. Sedangkan rasa rindu, dengan pongah mereka titipkan pada angin, pada hujan, pada halilintar, pada air, pada pohon, pada tepi telaga, yang sekarang sudah keruh airnya.

(Catatan perjalanan mencuri waktu)

311207 11:08

Sekarang hari Senin. Seharusnya menurut pemerintah daerah saat ini aku sedang bersama kekasih hatiku, dan kedua pipit kecilku. Bercengkerama menikmati hari di ujung tahun 2007. Tapi apa mau dikata tugas memanggil dan aku harus melangkahkan kakiku untuk itu. Saat ini aku lagi menuliskan pada blog di labkom sekolahku. Ada perasaan gerah ada perasaan senang ternyata aku masih bisa menikmati kehidupan ini di ujung tahun 2007. Kehidupan yang telah diberikan oleh Allah, selama 24 jam plus selama setahun ini. Bila aku menelusuri perjalanan waktuku, masih banyak kekurangan dalam diriku. Masih banyak hening yang belum mampu aku manfaatkan. Masih menomorsatukan duniawi. Rangkaian peristiwa yang sudah tergilas oleh waktu, cinta, kasih sayang, suka, duka, gembira, menyakiti, disakiti, dicemooh, diabaikan, dibiarkan, dikhianati semua berbaur menjadi sebuah cerita yang tak mungkin aku lupakan. Cerita yang harus kau jadikan pedoman, utnuk melangkah menapaki tahun yang akan datang.

Aku berdiri di ujung waktu
Aku memagut waktu yang hanya sesaat
Kuberikan cinta dan kasih sayang
Kucoba tulus
Kucoba tulisi fatamorgana agar terlihat jelas
Mendung dan hujan menghapus dalam sekejap
Aku berdiri berteduh sendiri
Dingin
Sepi
Tak mengapa

Wanitaku. Ada kisah yang ingin kutuliskan. Suatu saat aku sedang menikmati sarapan pagi dengan pipit kecilku di meja makan. Aku makan nasi dengan pecel yang kau belikan pagi itu, sedangkan pipit kecil lagi berusaha menghabiskan susu, yang merupakan kewajibannya setiap pagi. Tiba-tiba pipit kecil memanggilku. Bapak, bapak, aku boleh bertanya. Boleh, kataku. Pak, selingkuh itu apa sih? Sejenak aku terperanjat dengan pertanyaan yang tak kan pernah aku bayangkan keluar dari mulut anak yang masih berusia tujuh tahun. Dengan sedikit senyum dan berusaha mencari jawaban yang tepat. Aku ambil sebuah gelas yang berisi air putih yang tinggal setengahnya, kemudian aku menutup gelas tadi dengan penutup gelas. Nah dik selingkuh itu seperti yang bapak lakukan tadi, yaitu menutup gelas yang berisi air putih dengan penutup gelas. Sambil tertawa kecil pipitku berkata, bohong, bapak bohong, selingkuh itu bukan seperti itu. Adik tidak percaya dengan bapak? tanyaku. kalau menurut kamu selingkuh itu apa, pancingku. Ya ngak tahu, jawabnya dengan santai. Nah kalau adik tidak tahu selingkuh ya seperti yang bapak sebutkan tadi. Mengerti! kataku. Pak! sambil berkata lirih, pipitku mendekati aku. Pak Bapak, kata Nonin selingkuh itu seperti ini lho! Seperti apa, kataku dengan tidak sabar. Sabar dong, jawab pipit kecilku. Kata Nonin selingkuh itu, orang yang sudah mempunyai istri, tapi kemudian mencari wanita lain sebagai pacarnya. Aku tertawa ....
Wanitaku, itulah pipit kecil kita. Yang sudah mulai tumbuh dengan informasi-informasi yang begitu cepat. Utamanya berita dan tayangan hiburan sinetron di televisi. Hingga dia tahu lebih cepat dari yang kita duga.

Wanitaku,
Dari tidak ada menjadi ada
Dari timur mentari mulai terbit
Pipit kecil adalah jati diri kita
Pipit kecil adalah potret diri kita
Di wajahnya terukir wajahmu
Di dahinya tertanam jiwaku
Semangatnya adalah semangatmu, dengan eyang putrinya
Kemauannya,adalah kemauanmu
Apa yang hendak kita berikan pada pipit kecil
Tergantung aku dan kau, wanitaku

Kulangkahkan Kakiku Walau dengan Mata Terpejam

Satu lagi
Detak jam menelusuri waktu
Berjalan dengan cepat meninggalkanku memeluk sepi
Rangkaian kata yang menyeruak diantaranya
Membelaiku sesaat, sedetik kemudian hilang tak berbekas
Kuantarkan jiwaku pada karang terjal
Mencari keheningan yang lebih hening
Kusampaikan puisi-puisiku pada kelelawar
Lebih bermakna daripada harus berbaur dengan yang lain

Kulangkahkan kakiku walau dengan mata terpejam
Kulanjutkan cintaku walau rasa lelah membelitku
Aku akan menghuni jiwaku
Aku akan bercerita pada jiwaku
Aku akan bacakan puisi pada jiwaku
Bila aku menangis itupun pada jiwaku
Tidak pada yang lain

Kulangkahkan kakiku walau dengan mata terpejam
...

23 Desember 2007

Pucuk Pinus

Ketika aku harus bergelut dengan dingin
Rasa itu hadir memelukku
Kutelusuri padang pinus yang semakin tandus
Kucoba tebarkan senyum diantara dedaunan yang masih berlepotan dengan embun malam
Kucoba membuka mimpi yang telah usang
Namun mimpi itu enggan hadir
Namun senyum itu telah kering
Yang hadir hanya kata-kata yang bagiku tak bermakna
Yang hadir hanya kata-kata yang melemparkanku jauh ke ujung yang tak bertepi

Aku melangkah lagi
walau tertatih-tatih
hasrat malam yang kian menggebu sudah tak kuhiraukan lagi
dingin masih setia menemaniku
embun masih suka membasuh wajahku
pucuk pinus masih menaungiku
ranting kering yang kuinjak masih memainkan iramanya
sedangkan rembulan
entah pergi kemana

Tiba di tanah datar
kurebahkan tubuh yang kian penat
alas ranting kering, di atasku menjulang pinus nan elok
kucoba pejam mencari suara
namun tak pernah kudengarkan
sunyi, bisu, hening
aku larut dalam tidurku
tanpa membawa kerinduan
sebab kerinduan telah terlumat oleh kata-kata tak bermakna

Aku Ingin

Aku ingin berbisik
tapi tak ada yang mau mendengarkan
Aku ingin berkata
tapi tak ada yang mau mendengarkan
Aku ingin berseru
tapi tak ada yang mau mendengarkan
Aku ingin berteriak
tapi tak ada yang mau mendengarkan
Aku ingin terisak
tapi tak ada yang mau memperhatikan
Aku ingin menangis
tapi tak ada yang mau memperhatikan
Aku ingin berharap
tapi harapan itu telah sirnah
Aku ingin menginginkan
tapi yang diinginkan telah hampa
Aku ingin bermimpi
tapi aku tak pandai bermimpi

Menjelang senja yang kesekian
aku sampirkan segala indahnya bianglala
aku pagutkan hasratku pada embun pagi
aku melangkah
aku berhenti
aku duduk
aku bersimpuh
aku diam

09 Desember 2007

Apabila

Apabila sudah ...
ya terserah

Apabila belum ...
ya terserah

Apabila akan ...
ya terserah

Apabila lagi ...
ya terserah

Apabila ingin ...
ya terserah

Apabila, apabila ...
terserah kamu sajalah

Takdirku

Kepalaku sudah terpenggal oleh takdir
Bahwa aku harus sendiri
Menikmati perjalanan waktu sendiri
Berkotbah di depan anak-anak sendiri

Apakah takdir itu kejam?
Tidak. Yang kejam adalah yang membuat aku jadi sendiri.
Memaksaku untuk berteman sepi tanpa dongeng-dongeng indah
Tanpa cerita-cerita yang membuatku gembira, sedih, galau, harap cemas.

Aku adalah orang yang paling layak untuk menghuni kegetiran
Merasakan detak detik jantung yang tak lagi beraturan
Menjalani lorong panjang, gelap, dingin
Kehangatan telah lama tergilas
Mendung kian hitam dan menebal

Tapi
Hidup harus tetap berjalan
Aku harus langkahkan kaki ini
Aku harus tapaki selangkah demi selangkah
Kalaupun kehangatan bisa hadir kembali
Kan kunikmati walau hanya di batas cakrawala.

Hujan

Dalam hening
Sentuhan jiwa melayang
Mengiringi malam yang kian pekat

Suara gemuruh tanda hujan
Membangkitkan imajiku untuk menikmati
Kubuka pintu, aku duduk
Gemericik hujan , merubah hening
Menjadi keriuhan
Satu, dua tetes air memercik mukaku
Aku hirup dalam-dalam, bau tanah yang masih perawan

Makin lama hujan kian deras
Tikus-tikus penghuni got berlari berlindung
Suara katak mulai memainkan simponi balada keheningan

Kupeluk lututku
Mataku tak pernah lepas dari tetes hujan
Kunikmati angin dingin yang mulai manja mencubit kulitku

Aku tersenyum
Andai bundaku masih ada
Aku biasa menemani
Aku akan bercerita tentang apa saja
Tentang keindahan pagi kemarin
Tentang pekerjaanku
Tentang nonik
Tentang mas kiky
Tentang adik windul
Tentang rumah
Tentang hutang-hutangku
Tentang masalah-masalahku
Tentang kesalahanku
tentangsekolahku
Ya semuanya
Dan , bunda akan selalu mendengarkan dengan senyum
Biasa aku pegang tangan bundaku
Aku rasakan bilur-bilur kulit yang sudah mulai uzur
Tangan itulah, memeberikan nuansa kasih tanpa pamrih
Tangan itulah yang bisa memberikan kehangatan tulus

Bunda,
Esok adalah jalinan cerita panjang
Kucoba hiasi dengan keping-keping kebajikan
Kucoba torehkan puisi-puisi cinta untukmu
Setiap kali aku cium sajadah, setiap kali pula aku lantunkan doa untukmu

Jalinan cerita yang lalu saat bersamamu
Adalah memori senyum, tawa, tangis, teriak, gembira, suka, duka, berbaur dalam pelukan kasih.
Saat ini masih terasa dalam haru biru.

Hujan masih hadir
Dingin masih menemaniku
Masih juga ada, dua ekor tikus lari menuju got.
Aku tengadah
Langit putih. Tak ada satu pun gemintang menghiasi cakrawala
Motor melaju di depanku. Pengendaranya basah kuyup

Masih kunikmati malam yang akan menyentuh pagi
Aku ingin tuntaskan rasa rinduku
Aku ingin bertasbih
Mendera batinku yang sampai detik ini masih terkenang.
Tetesan butir-butir air masih memercik
Gemericik masih memainkan melodi
Kusandarkan kepalaku
Kuhembuskan rasa galau menyibak rasa rinduku.

Bunda,

Ketika Aku Harus

Ketika aku harus menguak takdirku
Aku bersandar pada awan yang lembut
Aku renungkan tentang bintang-bintang
Tentang rembulan
Tentang kunang-kunang
Betapa indahnya gelap gulita

Ketika aku harus menhirup udara malam
Aku merasakan sentuhan dingin di lenganku
Badanku sedikit merinding
Aku menyibak cerita-cerita tentang cinta
Tentang kasih sayang
Tentang haru biru memperhatikan
Tentang keinginan untuk diperhatikan
Tentang gejolak batinku
Aku tersenyum bersama angin
Mendendangkan lagu-lagu tentang perawan
Mendeklamasikan puisi-puisi tentang wanita

Ketika aku harus terlelap dalam mimpi
Aku hadirkan sejuta fatamorgana
Keinginan untuk hidup semakin hidup
Dunia ini penuh warna-warni
Aku di dalamnya
Mematik cinta dan kunyalakan kembali
Senyumku adalah kehidupan yang penuh warna
Senyumku adalah nadi yang mengalirkan darah ke seluruh tubuhku
Senyumku menembus pilar-pilar kokoh
Menyeruak diantara kepastian yang menerawang
Mencari, mencuri, mengambil keping-keping kasih sayang
Kunikmati dengan alamku
Kubawa, kudekap, kuberi kehangatan yang nyata

Ketika aku harus menikmati rinai gerimis
Aku dibatas kenyataan
Aku harus berani melihat dengan mata hatiku
Memahat kepastian di batu cadas
Mengukir keinginan di kayu besi
Mataku nanar menerawang jauh

(Di batas ini , masih ada kelanjutannya)

Pagi

Pagi ini
Ada pemahaman baru tentang sang waktu
Bahwa waktu ada, untuk kita nikmati
Bahwa waktu ada, untuk kita jalani
Bahwa waktu ada, untuk kita lukisi
Bahwa waktu ada, untuk kita pahami

Pagi ini
Aku berbaur dengan waktu
Aku jalani pernik-pernik kehidupan
Dua rakaat telah aku jalani bersama belahan hatiku
Sejenak canda keduanya merambah sudut batinku
Dingin tak terasa lagi, hanya kehangatan yang kian mengelitik
Tenang duduk, mereka asyik sekali dengan pesona buku di hadapannya
Pertamaku, agak malas mengerjakan PR dari gurunya
Keduaku, asyik dengan soal-soal matematika
Ketigaku, menyiapkan hidangan
Sedang aku sendiri terlelap dengan sekelilingku
Ternyata waktu memberikan nuansa yang lebih untukku
Pak! Nomor tiga ini bagaimana? Keduaku bertanya
Kuhampiri dia. Kujelaskan dengan penuh pengertian

Pagi ini
Aku menelusuri jalan lebih lambat sepuluh menit
Perbedaan telah dihadapan
Kendaraan lebih banyak dari hari sebelumnya
Kukendarai merahku dengan kecepatan sedang
Di perempatan Adityawarman, dekat toko Palapa aku berhenti oleh lampu merah
Aku perhatikan wajah-wajah serius menunggu waktu
Aku perhatikan wajah-wajah semangat untuk menyertai waktu
Aku perhatikan keceriaan untuk menghiasi waktu
Lampu hijau
Kujalankan merahku agak sedikit cepat, takut waktu telah menungguku
Malu dengan sang bos yang mungkin telah menunggu di gerbang
Sampai di sekolah. Benar waktuku telah menunggu

Pagi ini
Aku hadapi murid-muridku dengan penuh semangat
Weblog yang ingin aku berikan telah siap dalam benak
Siswaku tampak juga ceria dan penuh semangat

Pagi ini ada yang baru bagiku
Bahwa waktu selalu ada disampingmu