09 Desember 2011

Yang

Yang …
Ketika pagi sudah bersimpuh
Aku kalungkan keinginan dan cita-cita
Ingin kupersembahkan terindah dari yang terindah
Agar senyummu mudah kukenal

Yang …
Ketika siang datang menjelang
Ingin kutorehkan kata-kata bijak
Agar kau mengerti
Tentang sebuah janji yang tlah terucap

Yang …
Ketika sore melabur cerita
Lihatlah! Betapa cantik merah senjakala
Mengingatkanku padamu
Ketika kau tersipu malu
Menjawab pertanyaanku

Yang …
Ketika malam mampir di peraduan
Kutunggu dengan kesetiaan
Satu kata darimu

(Edies) Jaga UAS di R.1
10 Desember 2011

Jangkrik

Ada dua tukang becak yang mangkal di depan RSI rebutan penumpang. Bus kota Jurusan Pasar Turi itu belum berhenti, dua tukang becak sudah berlari-lari mendekati pintu depan yang terbuka. Becak, Bu! Becak, Pak! Becak, Mas! Begitu mereka berteriak-teriak, sampai air ludahnya muncrat mengenai cewek cantik yang mau turun dari bus. Kontan saja cewek itu gerundel. Cak, ngomonge ojok banter-banter ta. Idumu muncrat kabeh, sambil mengusap wajahnya dengan tissue yang sudah lusuh. Sory Mbak, begitu jawab tukang becak yang memakai topi bergambar ilat melet Rolling Stones, tanpa merasa bersalah. Dengan sewot cewek cantik itu berlalu dari kerumunan tukang becak.
Seorang ibu gendhut membawa beberapa tas kerepotan turun dari bus. Dandanannya menor, di tangan kiri ada gelang keroncong kuning berkilat, entah emas beneran, sepuhan, atau hanya kuningan. Jari sebelah kanan, ada tiga cincin bertahtahkan batu akik kecoklatan. Kalung yang melingkar di leher ada dua, yang satu panjang sampai ke perut buncitnya, berliontin tulisan I love you. Yang satu lagi pendek, hampir mencekik lehernya, tanpa liontin. Juga kuning berkilat. Kedua telinganya bergantung anting-anting berbentuk roda pedati, juga kuning berkilat. Bagaimana Bu, becak?, cerocos tukang becak yang memakai kaos bertuliskan Aku Orang Indonesia.
“Pira nang Ketintang Cak” tanya ibu gendhut n buncit itu
“Limang ewu ae Bu” kata tukang becak berkaos Aku Orang Indonesia
“Becakku ae Bu” serobot tukang becak bertopi ilat melet
“Pira, nang Ketintang” Ibu tadi beralih ke tukang becak bertopi ilat melet.
“Murah, petang ewu ae”
“Cak, kon ojok maen serobot ae. Ibu iki mau wis nawani aku, Laopo kon nawakno becakmu” Cerocos tukang becak berkaos Aku Orang Indonesia sambil matanya melotot mau keluar.
“Lho, kita ini bisnis, harus saling bersaing. Agar bisa maju n sukses. Yang penting kan bersaing sehat” kata tukang becak bertopi ilat melet, berapi-api, sampai idune muncrat maneh.
“Bisnis, yo bisnis. Tapi nek ngono iku jenenge mateni rezekine konco” tambah tukang becak berkaos Aku Orang Indonesia, mantap.
Ibu gendhut n buncit, hanya melongo was-was. Kalau-kalau terjadi pertengkaran yang lebih hebat.
“Wis ngene ae, ayo awake dewe sut, Sapa sing menang oleh mbecak ibuk iki” kata tukang becak bertopi ilat melet sambil menunjuk ibu gendhut n buncit.
Belum sempat mereka bersepakat, tiba-tiba dari arah selatan mobil mercy mendekat, dan membuka jendela, Ibu Surti ya, tanya sopir. Surti Tulkiyem! Jelas sopir tadi sekali lagi. Oalah, Parmin to. Kata ibu gendhut n buncit kegirangan. Wah mobilmu bagus Min. Kamu sekarang jadi orang hebat. Jadi orang kaya. Pasti banyak duwitnya. Istrimu mana Min? Berapa anakmu? Sekarang tinggal dimana? Parmin hanya bengong melihat Surti Tulkiyem nyerocos. Ini bukan mobilku. Ini mobil juraganku. Aku baru saja mengantar ke Bandara Juanda.
Oalah Min, Min! Tak kiro mobilmu.
Duwike mbahe sangkil ta sing digawe tuku, jawab Parmin sengol.
“Gelem gak, tak terno nang Ketintang” sambung Parmin
“ Yo wis Min, aku gelem, timbangane numpak becak, eker-ekeran ae” jawab Surti
Bagasi belakang mobil terbuka. Bergegas Parmin turun dari mobil memasukkan barang-barang Surti ke dalam bagasi. Surti duduk di depan berdampingan dengan Parmin. Serasi sekali, Surti, gendhut n buncit, sedang Parmin tinggi, kecil, cacingan, ireng. Sing putih hanya giginya.
Kedua tukang becak itu melonggo, melihat mobil berlalu dari hadapannya.
Sepontan mereka berteriak. Jangkrik …!

Jangan pernah memilih kehidupan
Karena itu adalah kehendakNya
Tapi berusahalah memperbaiki kehidupan
Karena itu kewajiban


(Edies) Jaga UAS di R.1
10 Desember 2011

Gethuk ... Gethuk ...

Baru saja aku hendak merajut keinginan, tiba-tiba kulihat seorang perempuan tua sedang menggendong bakul di punggungnya, terbungkuk. Memakai jarit sidomukti yang warnanya sudah memudar, bahkan ada bagian corak pada batik itu yang sudah tidak terlihat lagi. Mungkin karena sering dipakai dalam jangka waktu yang lama. Kebaya hitam membalut tubuh kurus hitam, karena sering terbakar sinar matahari. Di bagian tangan dekat pergelangan ada sobek. Rambutnya digelung seadanya memakai karet gelang merah. Sedang kakinya bertelanjang tanpa alas. Kelihatannya simbok ini sudah terbiasa dengan keadaannya. Dia mendekatiku.
“Nyuwun sewu, Mas”
“Iya ada apa, Bu” kataku
“Ngersaaken gethuk?” tanyanya
Aku terdiam, berfikir “Ngersaaken” itu apa ya?
Ternyata ibu itu tahu yang kufikirkan. Dia melanjutkan bertanya
“Mau beli gethuk, Mas?”
“Berapa satu bungkus, Bu” kataku
“Limang atus, wae” lanjut ibu tadi
Nah kalau ini aku ngerti. Maksudnya, harganya hanya lima ratus. Lima ratus rupiah.
“Gethuknya manis ya Bu” tanyaku kemudian
“Dijamin manis, Mas. Dagangan ibu hanya pakai gula jawa. Ditanggung tidak batuk” Jawabnya penuh semangat.
“Ya sudah Bu, aku minta dua bungkus”
Dengan cekatan ibu penjual gethuk tersebut memotong gethuk yang masih menggunung, dengan pisau. Sebungkus dapat dua potong, ukuran sedang. Dua bungkus gethuk itu dimasukkan ke dalam plastik hitam yang sudah tidak baru lagi. Itupun dia selipkan di bakul.
“Ini, Mas gethuknya” Lanjutnya
Kuterima gethuk itu, lalu kusodorkan uang seribu rupiah.
“Matur nuwun, Mas!” Uang itu dia kibas-kibaskan di atas gunungan gethuk sambil berkata, plaris-plaris ditukoni joko thing-thing. Plaris … plaris ….
Aku hanya tersenyum melihat ibu penjual gethuk itu. Wong sudah tua begini, kok dibilang masih jejaka. Apalagi sudah punya dua anak.

Ketika pagi sudah berubah menjadi senja
Tak pernah melarutkan tanggung jawab
Ketika badan sudah semakin renta
Tak menyurutkan keinginan
Hari ini adalah untuk esok
Sedang esok adalah untuk masa depan
Yang entah kapan bisa tergapai

Gethuke Mas ... gethuk …
Murah, tur legi …
Damel sarapan
Gethuk … gethuk …

(Edies) Jaga UAS di R.1
9 Desember 2011

29 November 2011

Kata Tak Lagi Bermakna

Aku berjaji ...
akan meninabobokkan inajinasiku
melarungkan semua cintaku padamu
rasa sayang yang dulu sejenak tinggal
telah berubah menjadi puing yang retak
sebentar lagi
runtuh oleh hembusan rasa penat yang sesak

Aku berjanji ...
beribu bintang yang ada di selasar malam
sebagai saksi bisu yang setia
kunobatkan diriku
menderita tak berkesudahan

Kuteriakkan dengan lantang
Aku berjanji ...
akan ku pendam di gelap bumi
janji yang tak berujung
sekaligus tak bermakna
agar usang menggerogotinya
agar busuk kian membusuk

Aku berjanji ...
kepak sayap nuri kecil
sebagai saksi hidup
ketika matahari telah suram
ketika pepat semakin lekat
ketika guruh semakin bergemuruh
ketika langit semakin meninggi
kulemparkan diriku
ke dalam kepongahan cinta

09 Agustus 2011

Di Belakang Panggung Putra Barong Bali



Tari barong merupakan tarian khas di Bali yang dimainkan oleh dua orang laki-laki. Satu orang memainkan bagian kepala barong serta kaki depan, dan seorang lagi memainkan bagian kaki belakang dan ekor. Dua orang dengan dinamika yang bagus bisa berperan secara bersama-sama, sehingga tepat menterjemahkan binatang barong menjadi tarian yang apik.
Tari barong merupakan peninggalan kebudayaan Pra Hindu yang menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat yang mempunyai kekuatan magis. Menurut mythology topeng barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh sebab itu barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu Bali.

Beberapa waktu lalu saya melihat kembali tarian barong, tetapi kali ini saya tidak bisa melihat tarian dari arah panggung, alhasil saya berada di belakang panggung. Tetapi dengan keadaan yang demikian, saya mendapatkan pengalaman luar biasa, saya bisa melihat bagaimana sibuknya para pemain barong mempersipakan diri, mulai dari merias sampai memakai kostum sesuai dengan peran mereka. Dengan dibantu cermin yang sudah kusam , terlihat seorang separuh baya sedang merias dirinya tanpa bantuan siapapun. Begitu pula dengan pemain pria, juga merias sendiri. Sedang anak-anak mereka dengan setia menunggu ayah-ibu mereka yang akan pentas. Rata-rata pemain barong sudah berumur, hanya pemain yang mengenakan kostum barong saja yang masih muda berperawakan gempal. Yang patut mendapat acungan jempol, bahwa mereka menjalani rutinitas seperti itu dengan rasa senang, tanpa beban, kadang mereka bercanda, bahkan anak-anak mereka juga bermain bersama.





Ada jiwa yang terlanjur terjerat
Memikat dengan seribu alasan
Membuat orang tersenyum, tertawa
Tanpa peduli diri sendiri

Ada jiwa yang terlanjur cinta
Nuansa tradisi pengayom rindu
Membenam segala keinginan
Menomorsatukan mimpi tentang citra


04 Agustus 2011

SPADA BAND





Celoteh


Kamis malam berenam aku pergi nonton Harry Potter di Royal 21 Studio 1. Sejak siang aku sudah membeli tiket untuk nonton malam jam 20.00. Untung aku membeli tiket siang. Coba kalau malam itu. Wuih berjubel! Sedianya dua tiket untuk keponakan, dan tetangga samping rumah. Ya itung-itung menggembirakan orang lain yang tak mungkin nonton di bioskop. Kapan lagi kita bisa membahagiakan orang lain.
Setelah jam sekolah selesai, inginnya langsug pulang, karena pak Bos mengadakan rapat khusus interen pegawai di kantor, ya harus ikut. Beduk Magrib berkumandang, rapat baru selesai. Sedikit terburu aku memacu mobil bututku. Seperti biasa waktu seperti itu macetnya minta ampun. Apalagi bawa mobil. Harus ekstra sabar. Sampai di rumah semua sudah buka puasa. Setelah minum segelas air putih, dengan semangat 45 aku makan nasi berlauk bebek goreng kesukaanku.
Mas, Aik tidak mau ikut, kata istriku
Kenapa?, tanyaku
Ngak tahu, katanya tidak suka.
Mas Kiky menyahut, Dik Aik mau main PlayStation Pak!
Ya sudah kalau tidak mau. Karena sudah terlanjur beli tiket, berikan pada yang lain.
Ajak putrinya Mas Suliono saja, Mas, Lajut istriku
Terserah kamulah. Win tolong telepon putrinya Mas Suliono.
Setelah semua siap, tepat pukul 18.30 kami berangkat. Sebelumnya anak-anak sudah aku belikan roti dan minuman. Aku berfikir kalau beli di Royal tentu lebih mahal.

Sampai di Royal. Karena masih jam 19.15. kami jalan-jalan dulu. Membeli kentang goreng, sedang istriku beli Pempek kesukaannya. Sedang aku, Windul dan Eva, anak tetanggaku, jalan-jalan sendiri, melihat pernak-pernik aksesoris di sebuah toko gaul anak muda. Waktu menunjukkan pukul 19.45, kami berenam menuju ke Studio 21. Ya Allah, aku tidak mengira penonton berjubel di depan Loket, di depan Studio 1, dan Studio 2, yang berbarengan memutar HaryPotter. Pintu Studio 1 dibuka, dengan tertib penonton masuk ke dalam. Kami duduk di deretan G. Alhamdulillah letaknya di tengah, agak ke atas, tempatnya nyaman. Setelah membagi minuman dan snack pada anak-anak kami siap-siap menikmati tayangan di layar. Beberapa penjaja minuman dan berondong jagung menawarkan kepada penonton. Mas Kiky dengan ragu-ragu minta pada ibunya, Kuberi sepuluh ribu, dan mendapat dua popcorn. Satu untuk Windul dan Eva, dan satu lagi untuk Mas Kiky dan ....... Tak berapa lama tayangan film HaryPotter sudah mulai. Selama pertunjukkan anak-anak menikmati jalannya cerita di film, bahkan snack yang sudah disediakan tidak termakan, dan dibawa pulang. Memang cerita HaryPotter yang satu ini cukup menarik bagi anak-anak, apalagi mulai awal hingga akhir, cerita penuh dengan konflik, khususnya HaryPotter yang ingin mengalahkan Penyihir Jahat berhidup datar.

02 Juli 2011

Separuh Jiwa

Jelang petang kutidurkan jiwa
istirahat dari tepian yang nanar
Menjauh dari keinginan yang mustahil
Melautkan gundah pada biru tua

Jelang petang, biduk tak berlabuh
Layar terbuka, kumal, tak berbentuk
Kunang bersembunyi di balik cahayanya
Camar sudah parau suaranya

Jelang petang, khusuk tawadhuk
Membalut gelap dengan desahan angin
Menerima rasa dengan separuh nafas
Sampai kini masih di angan.

Berbalik, Kulalui Lagi

Merajuk menapaki satu jalan panjang
Membingkai dengan keinginan nyata
Satu tujuan, tapi jelas
Merindukan senyum merah, riang
Memendar bak merkuri di gelap
Kakiku adalah alat
Otakku adalah hasrat

Aku terharu di ujung senja
Mencoba mencari tahu
Lika-liku memahami fatamorgana
Tiap detak detik membuatku semakin tak mengerti
Apakah menyerah?
Tidak!
Bagiku, lembayung adalah taruhan jiwa
Menelisik pekat bersembunyi
Menyisir waktu berteman kumbang
Melakonkan kisah orang lain.

Keinginan untuk rindu sudah pasti
Kerinduan tak berujung
Bila terus kukejar
Aku tak akan pernah menemukan diriku.

Sebenarnya

Sebenarnya
Aku rindu
Sebenarnya
Rindu ini hanya untukmu
Sebenarnya
kau rindu aku atau tidak?

Gerakan Ngobrol Kembali

Ramai
Ramai lagi
Ngomong
Ngomong lagi
Teriak
Teriak lagi
Ngobrol
Ngobrol lagi
Ayo! kita ngobrol lagi
Ngobrol dengan topik ngalor ngidul
Biar Indonesia ini ceria
Biar Indonesia ini gembira
Biar Indonesia ini terkenal
Ayo! kawan-kawan
Galakkan ngobrol di lingkunganmu
Ayo! kawan-kawan
Ajak sanak saudara dan handaitolan
Untuk asyik ngobrol
Sayang!
Ngobrolmu tak bermakna

Sejenak di XII.IPA-2

Drama Satu Babak tentang Kegoblokan Manusia

Sore itu aku mengantarkan Windul belajar musik. Sampai di jalan Ngagel, setelah jembatan sudah ada tanda tulat-tulit, bahwa perlintasan kereta api akan segera ditutup. Kuhentikan motorku tepat di depan papan perlintasan, sedang di depanku ada sepasang anak muda yang kebablasan, sehingga berada di seberang papan perlintasan tepat di depan rel. Dia dengan sabar dan sadar menunggu kereta lewat. Beberapa detik keadaan sunyi, semua pengendara asyik dengan pikirannya sendiri-sendiri. Kulihat penjaga perlintasan juga sedang santai mengepel teras rumah jaga. Tiba-tiba dari arah Timur, ada seorang bapak membonceng anak dan istrinya menyeberang rel. Semua pengendara lain terkesima, sedang dari arah Utara lampu kereta sudah tampak, terompet kereta api sudah terdengar meraung-raung. Bapak, anak dan istrinya jatuh tepat di rel. Penjaga perlintasan cepat-cepat menolong, dibantu seorang pemuda. beberapa detik kemudian kereta api melintas. Alhamdulillah si Bapak, anak dan istrinya selamat.
Itulah manusia
Itulah kita
Makhluk pintar tapi goblok

Aku Terdiam

Aku terdiam. dalam diam kutemukan kesunyian. Dalam sunyi bayangmu hadir dengan seulas senyum. Dalam senyummu terpatri luka yang dalam. Luka yang pernah menyelubungi jiwa. Jiwa yang sadar akan kedudukan diri. Diri yang tak pernah memaksa. Tak pernah memaksakan kehendak. Kehendakmu kau kekang dengan seulas keyakinan. Keyakinan yang lahir dari diri yang suci tanpa keinginan. Keinginanmu adalah membahagiakanku.
Catatan usang

01 Juli 2011

Ribut Istilah Ibu dan Ayah

kalau ibu, umi
Kalau ayah, abah
Kalau ibu, mama
Kalau ayah, papa
Kalau ibu, mami
Kalau ayah, papi
kalau ibu, nyokap
Kalau ayah, bokap
kalau ibu, memes
Kalau ayah, pepes
kalau ibu, bunda
Kalau ayah, panda
Beres khan!

Cerita Paling Pendek

Aku bangun pagi. Berhubung masih mengantuk, aku tidur lagi.

Kutipu Kau

Hari Senin
Aku berhasil menipu kau
Hari Selasa
Aku juga berhasil menipu kau
Hari Rabu
Sekali lagi aku menipu kau
Hari Kamis
Aku menipu kau lagi
Hari Jumat
Aku bertobat ketika Sholat Jumat di masjid
Hari Sabtu
Aku ulangi lagi menipu kau
Hari Minggu
Aku tertipu
Hari tanpa nama
Aku tak bisa menipu diriku sendiri

Nurani Berkata

Ketika nurani mulai terpejam
Pepat, buta
Segala yang buruk rupa
Menjadi sebuah kebenaran
Sedang yang terang benderang
Berubah menjadi sebuah kesalahan fatal

Tertunduk, merenung, memahami wacana di depan mata
adalah hal bijaksana

Tak Sampai

Mengayuh angan menerjang angin
Melambaikan keinginan tuk menggapai impian
Melumerkan janji yang sudah terlanjur terajut dalam hati
Memamerkan sesuatu yang tak mungkin menjadi satu

Bila keinginan hanya jadi sebuah keinginan
Mengerak lekat pekat berbekas
Mengerling dengan dua mata
Terwujud pun tidak

Andai angin bisa bergerak leluasa
Menyampaikan kebisuan
Akan aku gadaikan seribu bayang-bayang
Agar leluasa memejamkan mata

09 Maret 2011