Orang-Orang Proyek - Ahmad Tohari
Salah satu karya Ahmad Tohari “Orang-Orang Proyek” menceritakan tentang
kehidupan orang-orang yang bekerja di sebuah proyek pembuatan jembatan yang melintas
di sungai Cibawor. Sebuah latar yang
dibangun manis dengan pendekatan deskripsi oleh pengarang. Pembaca akan dibawa
oleh cerita, seakan-akan kita ada di lingkungan proyek pembuatan jembatan
dengan lingkungan pedesaan. Penulis dengan cermat menceritakan alam dengan
deskripsi yang detail.
Angin sore terasa sejuk. Air begitu jernih.
Bau lumut. Kisaran air menembus celah bebatuan menimbulkan bunyi desiran halus. Ada kepiting merambati tebing. Datang bengkarung. Kedua
binatang itu berhadapan dan kelihatan seperti akan saling serang. Tapi kepiting mengalah
lalu cepat menyelam. Ada suara mencicit dari sarang burung emprit di ujung ranting yang
mengayun di atas permukaan sungai. Telur mereka sudah menetas. Ketika angin bertiup
sedikit kencang, buah mbulu berjatuhan dan menimbulkan bunyi lirih. Plung ... plung ...
Lalu terjadi lingkaran-lingkaran riak di permukaan air. Ketika lingkaran-lingkaran yang
membesar itu saling bentur, terbentuklah lukisan geometris yang ajaib. Hanya sesaat.
Tokoh
utama, Kabul adalah seorang insinyur yang mempunyai tugas sebagai pengawas
pelaksana pembangunan jembatan di atas sungai Cibawor. Seorang insinyur muda
yang masih berpegang teguh pada ilmu yang pernah dia pelajari. Idealisme adalah
sebagian dari karakter yang berusaha dia pertahankan. Tidak mudah menyerah
terhadap segala rintangan hidup dan kenyataan di masyarakat. Mengutamakan
kepentingan keluarga, Biyung, Bapak, dan kedua adiknya, dibanding kepentingan
pribadinya. Biyung baginya tidak bisa tergantikan dengan “ibu” atau “mama”.
Biyung adalah bumi. Biyung adalah citra yang mewakili daya adikodrati yang
menghidupi, melindungi, dan membimbing. Kabul, aktivis kampus yang vokal
menyuarakan keadilan di masyarakat. Tokoh protagonis yang mempunyai pembawaan
sederhana, tidak sombong, namun mempunyai cita-cita yang mulia.
Insinyur
Dalkijo adalah pemenang tender pembangunan jembatan di sungai Cibawor. Atasan
dari Kabul. Sosok pendendam terhadap alur kehidupan. Tidak ingin menikmati
kehidupan miskin, senang kemewahan, terlihat dari cara dandannya ala koboi,
tunggangannya harley davidson, bak seorang koboi. Menghalalkan segala cara
untuk mencapai keinginannya, walaupun harus mengorbankan rakyat jelata. Tokoh
antagonis yang angkuh, kader GLM (Golongan Lestari Menang), produk golongan
politik pemerintah yang berkuasa saat itu.
Wati,
adalah tokoh sampingan sebagai karyawan bagian administrasi di proyek Kabul.
Orangnya ayu, kalem, putri dari seorang anggota DPRD. Dia bekerja di proyek
hanya sebagai batu loncatan, sekadar bekerja, sebelum mendapatkan pekerjaan
yang mapan. Hal menarik bagi Kabul, ketika Wati sedang merngut. Ada sesuatu
yang membuat hatinya terhanyut.
Pak
Taryo, adalah tokoh protagonis. Seorang pensiunan Departemen Penerangan. Pernah
bekerja sebagai wartawan. Mempunyai sifat semanak, selalu update terhadap
perkembangan sosial di masyarakat. Berusaha tidak ikut campur dalam urusan yang
dia tidak mengerti. Sifat kebapakan selalu menyertai dalam penampilan dan cara
berbicara serta mengambil sikap. Mancing adalah salah satu hobi kesukaannya.
Dan sungai Cibawor merupakan tempat yang favorit untuk memancing. Baginya
memancing bukan hanya mendapatkan seekor ikan, tetapi ketentraman dan
kesenangan hati yang paling utama. Ketika dia mendapatkan ikan yang lagi
bertelur atau ikan itu terlalu kecil, maka dia lepaskan kembali. Menurut saya,
Pak Taryo adalah gambaran dari A.Tohari, penulis novel ini, karena A.Tohari sendiri
mempunyai kegemaran memancing. Dan Dia berusaha untuk menjadi penonton yang
bijak dalam kemelut “Orang-Orang Proyek”.
Basar,
adalah kepala desa, teman satu kampus dan satu angkatan Kabul. Sewaktu kuliah
mereka sama-sama aktivis yang sering menyuarakan kebenaran. Basar sebagai
kepala desa berusaha sekuat tenaga untuk bekerja dengan baik sesuai dengan
aturan dari pemerintah. Walaupun kadang hati nurani kebenarannya harus
bersinggungan dengan “kebenaran” yang berkembang di masyarakat. Sebuah kebenaran
semu, yang berusaha membodohi masyarakat. Kebenaran yang sudah beranak pinak
mulai dari pejabat pusat sampai di daerah. Baginya, menjadi kepala desa bukan
karena kehendaknya. Nyalon sebagai kepala desa karena dorongan ibu bapak dan
saudara-saudaranya. Bagi keluarganya, jika Basar menjadi kepala desa, mereka
bisa nunut wibawa dan disegani di masyarakat.
Kang
Martasatang, adalah tokoh yang sekilas tampak pada “Orang-Orang Proyek”. Tokoh
ini sebenarnya adalah korban dari adanya proyek pembangunan jembatan di sungai
Cibawor. Karena proyek itu pula, maka mata pencaharian dia sebagai pemilik
sampan yang biasanya menyeberangkan penduduk yang hendak lewat sungai Cibawor
menjadi mati. Tokoh Martasatang hadir dalam sebagian kecil cerita novel ini
ketika anaknya Sawin, hilang. Sawin bekerja di proyek pembangunan jembatan.
Suatu ketika hilang, dan diisukan menjadi tumbal proyek pembangunan jembatan.
Akibatnya terjadi konflik dengan kabul. Hanya sayang, penulis kurang
memanfaatkan tokoh antagonis ini untuk membuat konflik yang sedikit panjang dan
tentunya akan lebih menarik.
Mak
Sumeh, adalah pemilik warung di proyek pembangunan jembatan sungai Cibawor. A.
Tohari memberikan karakter yang cenderung biasa, tidak ada hal yang unik dan
berbeda. Tubuh besar, berkeringat, bau badan sengak, cerewet, mak comblang, dan
bergelang emas, yang merupakan simbol orang kalangan bawah yang ingin
diperhatikan statusnya. Tapi, peran Mak Sumeh cukup menghidupkan suasana,
karena kecerewetannya, di samping tokoh tante Ana, banci yang secara berkala
datang ke tempat proyek untuk menghibur orang-orang proyek.
A.Tohari
yang notabene orang Jawa, dalam hasil karyanya berusaha untuk menghadirkan
nuansa jawa, deskripsi lingkungan ndeso. Penggunaan istilah-istlah jawa cukup
untuk menghidupkan suasana dan menghadirkan atmosfer yang adem. Hanya sayang,
ketika ada pembaca yang tidak mengenal bahasa jawa akan merasa kesulitan
mencari maknanya.
Kembange kembang terong. Kepengin
cemerong-cerong. Arep nembung akeh ewong. ...
Tinggal glanggang, colong playu
Jago kluruk rame kapiarsi. Lawa kalong luru
padhelikan. Jrih kawanen ing semune ...
Tembang Asmaradana :
Nora gampang wong ngaurip
Yen tan weruh uripira
Uripe padha lan kebo
Angur kebo dagingira
Kalal yen pinangana
Pan manungsa dagingipun
Yen pinangan pasthi karam ...
Pembangunan
jembatan di atas sungai Cibawor adalah proyek pertama Insinyur Kabul. Sebuah
proyek yang sangat diharapkan masyarakat sekitar. Karena dengan adanya jembatan
itu diharapkan transportasi semakin lancar dan perekonomian juga semakin baik.
Paa zaman pendudukan Jepang, sudah ada jembatan, tetapi oleh pemuda-pemuda
jembatan diledakkan untuk memutus mata rantai logistik peperangan, tetapi tanpa
berpikir bahwa dengan meledakkan jembatan ternyata kerugian lebih banyak. Sejak
saat itu untuk transportasi yang digunakan untuk menghubungkan dua desa hanya
dengan perahu penyeberangan. Dengan adanya proyek pembangunan jembatan harapan
masyarakat kedua desa mulai timbul lagi. Harapan menuju ke arah yang lebih
baik.
Dalam
cerita “Orang-Orang Proyek” A.Tohari mengelupas dan berusaha menghadirkan
borok-borok sosial yang dilakukan pelaku yang berhubungan dengan sebuah proyek.
Para pembaca disuguhkan gambaran nyata tentang intrik-intrik, seluk beluk, dan
kebobrokon yang ternyata hidup subur di masyarakat kita, mulai dari tingkat
dewan sampai dengan tingkat kroco, paling bawah. Ujung-ujungnya yang menjadi
korban adalah rakyat. Bagaimana sebuah proyek dihadirkan dengan tender yang
bermasalah, banyak tangan yang ikut campur, semuanya minta bagian. Mulai dari
yang berhubungan langsung sampai dengan yang nyata-nyata tidak berhubungan.
Bagaimana sebuah proyek jembatan, harus menanggung beban biaya untuk pembuatan
masjid desa yang jelas tidak ada dalam tender. Harus membiayai HUT kelompok
GLM. Harus memberi bagian oknum A, oknum B, yang pada akhirnya harus
mengerogoti biaya pembuatan jembatan, kualitas jembatan tidak sesuai dengan
kesepakatan dalam tender. Penulis dengan berani menampilkan ilusi-ilusi nyata
sebuah kebiasaan atau mungkin bisa dikatakan sudah menjadi budaya di masyarakat
kita bahwa hal yang salah sudah menjadi sebuah kebenaran yang dipaksakan.
Seperti
biasa sebuah cerita selalu dihadirkan dengan bumbu percintaan. Walaupun tidak
terlalu banyak menyita bagian cerita, A.Tohari juga menyelipkan konflik batin
pada diri Kabul tentang rasa sayang yang mengambang pada Wati. Ada kebimbangan
tetapi ada juga rasa ingin untuk mencintai dan dicintai. Kehadiran Mak Sumeh
secara tak langsung menjadi jembatan untuk menyadarkan Kabul bahwa Wati
menyukainya, walaupun kesannya terasa kasar.
Konflik
yang paling mendasar adalah rasa kesal terhadap pimpinannya, Dalkijo dan
temannya Kepala Desa Basar, yang tidak mempunyai pendirian. Masih plin plan
dalam mengambil sebuah keputusan. Tidak idialis. Mudah diombang-ambingkan
banyak kepentingan, yang akhirnya menghalalkan segala cara yang penting
jabatan, tender proyek selanjutnya lancar. Kepentingan masyarakat adalah hal
akhir yang akan dijalankan.
Tiang
pancang jembatan sudah selesai dikerjakan. Tinggal pemasangan besi-besi untuk
dasar jalan di atas jembatan. Puncak konflik terjadi ketika Kabul tidak mau
menggunakan besi-besi bekas untuk dasar jembatan, tetapi Dalkijo ngotot bahwa
besi itu tidak apa-apa. Walaupun bekas tetapi masih kuat untuk digunakan. Dalkijo
menggunakan besi-besi bekas, karena dana untuk membeli besi baru sudah tidak
ada. Menguap karena kepentingan-kepentingan orang atau golongan tertentu yang
jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan pembangunan jembatan. Alhasil, karena
tidak ada titik temu tentang penyelesaian pembangunan jembatan, Kabul
menginginkan hasil kerjanya sesuai atau paling tidak mendekati kesesuaian
seperti pada tender proyek, sedang Dalkijo selaku pimpinan proyek memaksakan
mengunakan bahan besi dan olah kerja di bawah baku mutu, maka Kabul
mengundurkan diri dari proyek itu.
Pada
akhir cerita, A.Tohari dengan cantik menutup cerita dengan happy ending di
pihak Kabul, karena sudah mendapatkan Wati, sudah bisa memenuhi keinginan
Biyungnya, mendapatkan calon menantu. Sedang pembangunan jembatan juga sudah
usai, walaupun masih terselip kekuatiran tentang kekuatan jembatan tersebut.
Walaupun hasil jembatan tidak sesuai
dengan keinginan Kabul, dia hanya berharap ke depan tidak ada lagi bancakan
proyek semacam itu. Ternyata dalam “Orang-Orang Proyek”, tidak hanya sekadar
tentang kerja di sebuah proyek jembatan dengan segala suka dukanya, ternyata
orang-orang proyek mempunyai makna lebih dari itu, orang-orang proyek sudah
merambah dari strata tingkat dewan sampai dengan tingkat paling bawah. Pembaca
akan menemukan makna tersebut pada akhir cerita. Selamat membaca!
Poma-poma wekas mami
Anak-putu aja lena
Aja katungkul uripe
Lan aja duwe kareman
Marang pepaes dunya
Siyang-dalu dipun emut
Wong urip manggih antaka
Surabaya,
20 September 2019
EDIES.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar