Mata yang Enak Dipandang - Ahmad Tohari
Ahmad
Tohari, dalam kumpulan cerpen “Mata yang Enak Dipandang” menyajikan lima belas
cerpen. Cerpen pertama yang dihadirkan juga berjudul sama yaitu “Mata yang Enak
Dipandang”, yang pernah diterbitkan di Kompas, pada tahun 1991. Cerpen ini
mengisahkan kehidupan kaum papa, kaum
miskin, yang merupakan ciri khas karya Ahmad Tohari. Dikisahkan Mirta adalah
pengemis tua buta yang terus menerus diperas oleh Tarsa, yang biasa
menuntunnya. Suatu hari Mirta dituntun ke stasiun dengan tujuan mengemis.
Tapi Mirta dalam keadaan sakit. Hal itu
tidak dihiraukan oleh Tarsa. Tarsa tetap saja memaksa agar Mirta mengemis di
stasiun. Saat menunggu kereta kelas tiga ternyata keadaan Mirta semakin parah,
dan pada akhirnya Mirta menghembuskan nafas terakhir.
Cerpen
kedua “ Bila Jebris Ada di Rumah Kami”. Cerpen ini juga pernah dimuat di
Majalah Kartini Tahun 1991. Cerpen ini mengisahkan, tokoh utama Jebris yang
berprofesi sebagai pelacur. Jebris adalah teman akrab Sar. Sedang Sar adalah
istri dari Ratib. Ratib adalah orang yang paling disegani di sudut dusun
tersebut, karena Ratib menjadi imam Surau di dekat rumah mereka dan sebagai
ketua seksi pembinaan rohani dalam kepengurusan RT. Melihat Jebris demikian,
Sar sudah sering menasehati. Namun Jebris bergeming, dia tetap menjalankan
profesinya. Hal tersebut mungkin karena himpitan ekonomi yang mengharuskan
Jebris menghidupi satu anaknya dan bapaknya yang sudah tua. Semenjak diceraikan
oleh suaminya seorang pedagang besar memang demikian kehidupan Jebris. Sempat
ada itikat baik dari Ratib yang disampaikan kepada Sar. Bagaimana kalau Jebris
bekerja di rumah mereka?
Cerpen
ketiga “Penipu Keempat”, pernah dimuat di Kompas tahun 1991. Diceritakan tokoh
aku dalam sehari ditipu empat orang. Penipu pertama, seorang bapak yang mengaku
tidak punya ongkos pulang ke Cikokol karena anaknya sakit. Penipu kedua,
seorang perempuan yang mengaku dari sebuah yayasan pemelihara anak-anak yatim
piatu di Banyuwangi yang meminta sumbangan. Penipu ketiga, seorang lelaki yang
berjualan kemucing dan pisau dapur yang katanya buatan anak-anak penyandang
cacat di Solo. Tokoh aku begitu menikmati permainan drama ketiga penipu
tersebut. Bahkan tokoh aku pergi ke pasar hendak melihat penipu ketiga
melakukan aksinya. Dan di pasar tokoh aku bertemu dengan penipu ketiga, yang
juga berusaha menipunya lagi. Sebuah sarkasme kehidupan yang biasa kita nikmati
dalam kehidupan nyata. Sudah tidak ada lagi rasa malu dan miskin sisi
kemanusiaan.
Daruan
adalah cerpen keempat. Pernah dimuat di Kompas tahun 1990. Menceritakan tentang
suka duka pengarang pemula. Daruan adalah seorang penulis pemula yang berusaha
mencari jati diri dalam hal kepenulisan. Dengan semangat dan idealismenya, Daruan
berusaha menaklukkan kenyataan yang ada di masyarakat. Berulang kali Daruan
menawarkan hasil karyanya. Namun tak kunjung berhasil. Sampai pada suatu saat
karya Daruan diterbitkan oleh Muji, temannya. Hanya sayang, Daruan harus
menerima kenyataan pahit. Walaupun karyanya sudah diterbitkan, tetapi tidak
mampu bersaing dengan pengarang dan penerbit besar. Walhasil, karyanya tidak
laku.
Cerpen
kelima “Penajem”. Sebuah cerpen yang menceritakan tentang Kartawi yang
mempunyai istri Jum. Kehidupan Kartawi awalnya tidak begitu sejahtera. Tetapi
setelah Jum istrinya membuka warung lambat laun ekonomi keluarga Kartawi
semakin baik. Hanya sayang Jum melakukan sebuah kesalahan fatal, yaitu dia
mencari penglaris, dengan menggadaikan kehormatannya sebagai seorang istri. Memberikan
sesuatu yang diminta oleh dukun, yang biasa disebut penajem. Melihat kenyataan
seperti itu Kartawi marah, dan mencoba lari dari kenyataan. Tetapi pada
akhirnya Kartawi harus kembali kepada anak dan istrinya. Kehidupan Kartawi
seperti buah simalakama.
Paman
Doblo Merobek Layang-Layang, cerpen keenam. Menceritakan tokoh utama Doblo yang
biasa disebut Paman Doblo, mempunyai sifat yang baik, suka menolong dan suka
berteman dengan anak-anak. Hanya karena tuntutan tanggung jawab pekerjaan,
ketika Paman Doblo sudah menjadi seorang satpam, dia melupakan segala karakter
kebaikan yang pernah menempel pada dirinya.
Cerpen
ketujuh, “Kang Sarpin Minta Dikebiri”. Cerpen ini menceritakan tokoh Sarpin yang suka
gonta ganti perempuan karena tidak bisa mengontrol rasa birahinya. Sarpin
sendiri sudah menyadari tentang kebiasaan jeleknya itu, tapi tetap saja dia
tidak bisa menghentikan. Suatu saat dia minta dikebiri, karena sudah tidak tahu
lagi jalan keluar yang lain. Bahkan
Sarpin akan nekad kalau memang tidak ada dokter yang mau mengebiri dia. Sarpin
akan mendatangi tukang kebiri ayam di kampung sebelah. Belum sampai pada
niatnya itu Sarpin keburu meninggal karena ditabrak mobil.
Bagi saya,
seorang lelaki yang di ujung hidupnya sempat bercita-cita menjadi wong bener
adalah orang baik. Walaupun cita-cita tersebut belum tersampaikan
“Akhirnya
Karsim Menyeberang Jalan” adalah cerpen kedelapan Ahmad Tohari. Cerpen ini
menceritakan bagaimana rasa kemanusiaan saat ini sudah mulai menipis di
masyarakat. Hidup bersama saling memberi kesempatan, memberi belas kasih sudah
tidak ada lagi. Sebuah cerpen yang mengingatkan kepada kita semua, hendaklah
jangan mengedepankan kepentingan pribadi. Cobalah untuk juga melihat orang
lain. Dikisahkan seorang Karsim hendak menyeberang jalan. Tapi sudah beberapa
waktu di pinggir jalan dia tidak bisa menyeberang, karena lalu lalang kendaraan
tidak pernah memberi kesempatan kepada dia untuk menyeberang jalan. Dengan
keraguan yang sangat akhirnya dia jadi menyeberang juga. Tapi naas baginya,
Karsim ditabrak mobil hingga tewas. Mayat Karsim setelah disholati, akhirnya
dibawa ke pemakaman yang letaknya harus menyeberang jalan. Dengan damai dan mudah iring-iringan keranda
yang berisi mayat Karsim bisa menyeberang. Seluruh kendaraan tanpa dikomando,
berhenti dengan sendirinya. Karsim pun tersenyum penuh kemenangan.
Sayur
Bleketepuk. Parsih dan Dalbun adalah sepasang suami istri yang telah dikarunia
dua anak yaitu Darto dan Darti. Suatu saat Dalbun berjanji pada kedua anaknya
akan membawa mereka naik komidi putar. Dalbun yang bekerja di proyek
ditunggu-tunggu oleh istrinya yaitu Parsih tidak datang-datang. Bahkan Parsih
mempunyai prasangka buruk terhadap suaminya. Karena takut Dalbun tidak bisa
menepati janjinya, akhirnya kedua anaknya disuruh makan malam terlebih dahulu
dengan sayur bleketepuk. Sayur tersebut sengaja dibuat dan disajikan kepada
kedua anaknya. Namanya anak kecil, mendapat hidangan seperti itu, mereka
nikmati hingga tuntas. Tidak berapa lama kedua anaknya tidur pulas. Bahkan
ketika ayahnya sudah datang dan hendak mengajak kedua anaknya, mereka tetap
tertidur pulas. Parsih hanya tinggal menyesali apa yang diperbuatnya, yaitu
memusnahkan keinginan anaknya untuk naik komidi putar dan telah berburuk sangka
kepada suaminya.
Cerpen
berikutnya yaitu “Rusmi Ingin Pulang”. Dalam cerpen ini pengarang menyajikan
tokoh utama Rusmi, seorang janda yang ditinggal mati suaminya, karena tertabrak
mobil. Awal kehidupan berkeluarga Rusmi serba berkecukupan. Hidup bahagia
dengan kedua anaknya. Tapi semenjak suaminya meninggal, Rusmi harus menanggung
beban kehidupan. Akhirnya Rusmi merantau ke Jakarta. Sedang warga kampungnya
mendengar gosip bahwa Rusmi di Jakarta menjadi wanita penghibur. Ada juga yang
pernah melihat Rusmi dengan lelaki lain. Dan gosip negatif tersebut terus
berkembang tanpa bisa dibendung. Suatu hari Rusmi ingin pulang ke kampungnya.
Kang Hamim, ayah Rusmi kuatir kalau anaknya pulang kampung mendapat perlakuan
yang tidak menyenangkan. Rusmi akhirnya jadi pulang kampung, dia mengatakan
bahwa akan datang seseorang yang akan melamar dia. Banyak orang percaya, tapi
tidak sedikit yang mencibir. Namun cibiran itu berhenti ketika lelaki yang
disebut-sebut Rusmi datang dengan mengendarai mobil melamar Rusmi. Ternyata
lelaki tersebut adalah teman Rusmi ketika masih sekolah di Sekolah Dasar.
Hendaknya kita menjadi manusia janganlah cepat berburuk sangka kepada seseorang
sebelum mengetahuinya sendiri.
“Dawir,
Turah, dan Totol” adalah cerpen yang menceritakan tentang kehidupan kaum gelandangan
yang menetap di terminal. Dawir dan Turah adalah sepasang suami istri, tapi itu
pun jadiannya juga tidak resmi. Sedang Totol adalah anak mereka. Bertiga
bertempat tinggal di bagian terminal lama yang belum sempat dibongkar oleh
pemborong. Suatu saat Dawir membelikan mainan buat Totol. Mainan
tembak-tembakan. Totol senang sekali, Dia bermain-main, berlari-lari menembak
Dawir. Tidak disangka Dawir ditangkap polisi karena ketahuan mencopet. Juga
diceritakan kebebasan sex dalam kehidupan masyarakat bawah, yang tidak
memperhitungkan kesehatan.
“Harta
Gantungan”. Sebuah cerpen yang menceritakan tentang Kang Nurya yang hidup
menduda. Harta satu-satunya adalah seekor kerbau. Kang Nurya memelihara kerbau
kecil, kemudian dia akan menjual kerbau tersebut apabila harga jual kerbau
sudah tinggi. Kang Nurya mempunyai penyakit semacam tumor, tetapi dia tidak mau
ke dokter karena tidak mempunyai uang. Inisiatif menjual kerbau juga tidak dia
ambil, untuk berobat ke dokter. Baginya umurnya sudah terlalu tua, dan dia siap
untuk mati. Dia berpesan apabila dia mati, kerbau itu minta dijual untuk
membiayai kematiannya.
Cerpen
berikutnya “Pemandangan Perut”. Secara deskripsi diceritakan bagaimana tabiat
orang-orang yang hidup di dunia ini, terlihat nyata di bagian perutnya. Tokoh
Sardupi, orang yang dianggap tidak waras, namun dalam cerita ini dikisahkan
bisa melihat tabiat atau yang pernah dilakukan oleh seseorang, seperti melihat
film atau video di bagian perutnya.
Cerpen
berikutnya adalah “Salam dari Penyangga Langit” dan Bulan Kuning Sudah
Tenggelam. Pada intinya Ahmad Tohari dalam menulis cerpen cenderung
menggambarkan kehidupan rakyat jelata dengan penuh suka dukanya.
Surabaya,
11 Oktober 2019
Edie
S.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar