Lingkar Tanah Lingkar Air - Ahmad Tohari
Novel
Lingkar Tanah Lingkar Air adalah novel ke-4 yang saya baca karya Ahmad Tohari.
Jujur , sampai selesai membaca novel ini, saya masih belum bisa mencerna
hubungan judul Lingkar Tanah Lingkar Air dengan isi novel. Pada novel-novel
sebelumnya, Orang-Orang Proyek, Bekisar
Merah, dan Di Kaki Bukit Cibalak, dengan mudah saya menemukan keterkaitan
antara judul novel dengan isinya.
Novel
Lingkar Tanah Lingkar Air, karya Ahmad Tohari kali ini mengambil tema yang
berbeda sama sekali dengan ke-3 novel yang telah saya baca. Kali ini A.Tohari
mengetengahkan tema suasana perjuangan zaman dulu. Dimana Indonesia masih
berkelambu carut marut berbagai kepentingan. Pertengkaran antar saudara sendiri
menjadi hal yang nista, hanya karena kepentingan golongan, yang seharusnya bisa
dihindari.
Dalam
novel ini A.Tohari tidak pernah lepas dari kepandaiannya memainkan deskripsi,
walaupun sudah tidak dominan lagi.
“Sekelilingku tetap remang karena sinar matahari hampir tak mampu
menembus kelebatan hutan. Hanya pada bagian-bagian tertentu tampak serpih
cahaya jatuh lurus dan membuat pendar pada daun-daun kering yang berserakan di
tanah. Selebihnya adalah teduh atau bahkan remang” (hal :7-8).
“Kiram mengambang seperti bangkong, tetapi
matanya awas. Ketika Mantri Karsun muncul agak di sebelah timur, Kiram malah
menyelam. Ya Tuhan. Kemudian aku melihat air di sana berbuih-buih dan berwarna
merah. Aku yakin ada pertempuran di bawah permukaan air. Kedua kaki tukang
perahu tambang gemetar. Aku pun berusaha memalingkan muka, tak sanggup melihat
air sungai menjadi merah. Celakanya, ketika aku kembali melihat ke sana, dua
kepala muncul bersama. Satu kepala Kiran, yang lain kepala Mantri Karsun yang
sudah terlepas dari tubuhnya. Aku menjerit dan melompat, lalu jatuh terduduk di
lantai perahu” (hal: 63).
Pergolakan
perang mempertahankan kemerdekaan RI antara tahun 1946-1950 menyeret banyak
pemuda kampung ke dalam kancah perjuangan bersenjata. Di antara mereka adalah
Amid dan kawan-kawan yang berjuang di bawah panji Hizbullah. Amid dan kawan-kawan
bertempur dan membela kemerdekaan RI sebagai kewajiban iman mereka. Amid
pribadi bertekad setelah situasi damai akan bergabung menjadi anggota tentara
rsmi negara.
Tetapi
sejarah membawa Amid masuk menjadi anggota laskar DI/TII yang menentang
Pemerintah RI. Amid yang sesungguhnya seorang yang sangat cinta Tanah Air
sering bimbang karena pasukannya sering memerangi warga seagama, bahkan suatu
kali Amid menembak mati seorang tentara yang disakunya tersimpan kitab suci dan
tasbih. Dia tidak sedih ketika Khalifah DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo
tertangkap dan menyerukan seluruh laskarnya menyerahkan diri.
Tiga
tahun kemudian Amid dan kawan-kawan malahan diminta oleh tentara untuk membantu
menumpas pasukan komunis yang bertahan di hutan jati. Mereka kembali mengangkat
senjata, kali ini atas nama Tentara RI, sesuatu yang pernah amat didambakan
Amid; bertempur dengan semangat jihad untuk Republik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar