Ada dua tukang becak yang mangkal di depan RSI rebutan penumpang. Bus kota Jurusan Pasar Turi itu belum berhenti, dua tukang becak sudah berlari-lari mendekati pintu depan yang terbuka. Becak, Bu! Becak, Pak! Becak, Mas! Begitu mereka berteriak-teriak, sampai air ludahnya muncrat mengenai cewek cantik yang mau turun dari bus. Kontan saja cewek itu gerundel. Cak, ngomonge ojok banter-banter ta. Idumu muncrat kabeh, sambil mengusap wajahnya dengan tissue yang sudah lusuh. Sory Mbak, begitu jawab tukang becak yang memakai topi bergambar ilat melet Rolling Stones, tanpa merasa bersalah. Dengan sewot cewek cantik itu berlalu dari kerumunan tukang becak.
Seorang ibu gendhut membawa beberapa tas kerepotan turun dari bus. Dandanannya menor, di tangan kiri ada gelang keroncong kuning berkilat, entah emas beneran, sepuhan, atau hanya kuningan. Jari sebelah kanan, ada tiga cincin bertahtahkan batu akik kecoklatan. Kalung yang melingkar di leher ada dua, yang satu panjang sampai ke perut buncitnya, berliontin tulisan I love you. Yang satu lagi pendek, hampir mencekik lehernya, tanpa liontin. Juga kuning berkilat. Kedua telinganya bergantung anting-anting berbentuk roda pedati, juga kuning berkilat. Bagaimana Bu, becak?, cerocos tukang becak yang memakai kaos bertuliskan Aku Orang Indonesia.
“Pira nang Ketintang Cak” tanya ibu gendhut n buncit itu
“Limang ewu ae Bu” kata tukang becak berkaos Aku Orang Indonesia
“Becakku ae Bu” serobot tukang becak bertopi ilat melet
“Pira, nang Ketintang” Ibu tadi beralih ke tukang becak bertopi ilat melet.
“Murah, petang ewu ae”
“Cak, kon ojok maen serobot ae. Ibu iki mau wis nawani aku, Laopo kon nawakno becakmu” Cerocos tukang becak berkaos Aku Orang Indonesia sambil matanya melotot mau keluar.
“Lho, kita ini bisnis, harus saling bersaing. Agar bisa maju n sukses. Yang penting kan bersaing sehat” kata tukang becak bertopi ilat melet, berapi-api, sampai idune muncrat maneh.
“Bisnis, yo bisnis. Tapi nek ngono iku jenenge mateni rezekine konco” tambah tukang becak berkaos Aku Orang Indonesia, mantap.
Ibu gendhut n buncit, hanya melongo was-was. Kalau-kalau terjadi pertengkaran yang lebih hebat.
“Wis ngene ae, ayo awake dewe sut, Sapa sing menang oleh mbecak ibuk iki” kata tukang becak bertopi ilat melet sambil menunjuk ibu gendhut n buncit.
Belum sempat mereka bersepakat, tiba-tiba dari arah selatan mobil mercy mendekat, dan membuka jendela, Ibu Surti ya, tanya sopir. Surti Tulkiyem! Jelas sopir tadi sekali lagi. Oalah, Parmin to. Kata ibu gendhut n buncit kegirangan. Wah mobilmu bagus Min. Kamu sekarang jadi orang hebat. Jadi orang kaya. Pasti banyak duwitnya. Istrimu mana Min? Berapa anakmu? Sekarang tinggal dimana? Parmin hanya bengong melihat Surti Tulkiyem nyerocos. Ini bukan mobilku. Ini mobil juraganku. Aku baru saja mengantar ke Bandara Juanda.
Oalah Min, Min! Tak kiro mobilmu.
Duwike mbahe sangkil ta sing digawe tuku, jawab Parmin sengol.
“Gelem gak, tak terno nang Ketintang” sambung Parmin
“ Yo wis Min, aku gelem, timbangane numpak becak, eker-ekeran ae” jawab Surti
Bagasi belakang mobil terbuka. Bergegas Parmin turun dari mobil memasukkan barang-barang Surti ke dalam bagasi. Surti duduk di depan berdampingan dengan Parmin. Serasi sekali, Surti, gendhut n buncit, sedang Parmin tinggi, kecil, cacingan, ireng. Sing putih hanya giginya.
Kedua tukang becak itu melonggo, melihat mobil berlalu dari hadapannya.
Sepontan mereka berteriak. Jangkrik …!
Jangan pernah memilih kehidupan
Karena itu adalah kehendakNya
Tapi berusahalah memperbaiki kehidupan
Karena itu kewajiban
(Edies) Jaga UAS di R.1
10 Desember 2011