BELUM SELESAI
Ada sebongkah gundah yang baru saja menyelimuti rasa. Menyelinap diantara relung-relung hati yang terkoyak. Mengelupas rasa perih, pedih akan rasa sakit yang sudah lama mongering. Memutar lagi memori kepenatan yang sudah agak sembuh.
Ruri terdiam di pojok kamar yang tidak berukuran terlalu luas. Tapi ruang itu serba rapi. Sebuah tempat tidur beralas kain merah muda bergambar tokoh kartun Disney, menyiratkan bahwa pemilik tempat tidur itu seorang yang ceria, humoris, dan masih menyelipkan jiwa kekanak-kanakan. Di sebelah kiri tempat tidur sebuah meja kecil dari kayu jati pilihan, warisan dari ayahnya, selalu menemani dikala dia teringat akan ayah tercintanya. Di atasnya terdapat tape recorder plus DVD player yang siap mengalunkan tembang-tembang pilihan hati. Enya, Yani, Richard Clayderman, Kenny G, adalah sebagian dari koleksi popklasik kesukaannya.
Ruri masih terdiam sambil memandang dengan tatapan kosong kearah luar jendela kamarnya, hampir tidak pernah dia perhatikan. Lalu lalang simbok bakul yang lewat di sebelah rumahnyapun tidak mengusik lamunannya. Mata hatinya hanya melayang, menembus kegalauan hati, menyibak perjalanan waktu untuk menemukan lagi ketegaran dirinya. Ketegaran yang sudah lama dia bangun, dia susun dari keeping-keping kehancuran. Dari serpihan-serpihan rasa sakit, yang teramat sakit.
(17-02-2005)
Mengapa kamu datang lagi?
Tidakkah kamu merasa malu untuk jumpa denganku?
Tidakkah kamu merasa menyesal telah meninggalkan guratan-guratan kesedihan?
Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut kecil Ruri. Rasa sesak menyelimuti dadanya. Seakan-akan tidak ada lagi udara untuk dia hirup. Sekitarnya terasa gelap, gelap, dan gelap!
Pergi! Pergi! Pergiiiiiiii…….! Teriakan Ruri mengema, memantul dalam ruang kamarnya.
Sunyi, kembali tidak ada suara. Yang terdengar hanya detak detik jam dinding yang tidak mau tahu suasana hati Ruri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar