27 Juni 2007
26 Juni 2007
BELUM PERNAH KUBERI KEHANGATAN
Ada sesuatu yang mendera dalam jiwa
Menyeruak, menyobek mata hatiku
Membentur dinding keangkuhanku
Ingin kuberteriak
Tapi tak mampu
Ingin ku berkata
Rasa keluh menyekat tenggorokanku
Ingin kuberbisik
Suaraku tenggelam rasa salahku
Bunda …
Maafkan anakmu
Hari terkait hari aku membuatmu penat, kesal berkepanjangan
Malam berganti malam air matamu tak pernah tuntas
Kau tak pernah berkeluh kesah
Kau tak pernah berputus asa
Rasa pahit getir hanya berhenti dan menyesakkan dadamu
Bunda …
Hingga detik ini aku belum berarti
Tak ada sesuatu yang dapat kupersembahkan padamu
Belum pernah aku membuatmu tersenyum
Belum pernah binar matamu bercahaya
Bunda …
Maafkan segala salahku
Aku belum bisa mengganti air matamu
Aku belum bisa mengganti air susu yang telah kau berikan padaku
Aku belum bisa …
Aku belum dapat …
Aku belum mampu …
Aku belum sanggup …
Membahagiakanmu …………………….
Puisi ini kupersembahkan untuk ibuku tercinta (21 Maret 2005)
di 17.31 0 komentar
SERIBU .......
SERIBU KATA …
SERIBU INGAT …
SERIBU HARAP …
SERIBU DEKAP …
SERIBU PENGAP …
SERIBU KERAP …
SERIBU LAHAP …
COBA MENGGAPAI ALUNAN DERITA
YANG SIAP MENGOYAK JALINAN CERITA
MELANGLANG MENEMBUS DIMENSI
LAMUNAN YANG TERPATRI DALAM INGATAN
KULTUS KEIBUAN MENYIBAK TATANAN
YANG SUDAH MENJADI IDENTITASMU
KINI YANG KUDAPATKAN KEASINGAN
YANG BELUM PERNAH DAN SAMA SEKALI TAK KUKENAL
AWAL, KEBERSAMAAN, KESENDIRIAN
SELALU MELANGKAH BERSAMA SEIRING DENGAN CITA-CITAMU
APA YANG KAU CARI TELAH KAU GENGGAM
AKU TERLUPAKAN …
di 17.29 0 komentar
24 Juni 2007
PIPIT KECILKU
PUTRI,
KETIKA PERTAMA KALI MENGENALMU
ADA SEJUTA RASA MENYUSUP DALAM RELUNG HATIKU
MEMBINGKAI RIBUAN IMPIAN
MERAJUT BERATUS HARAPAN
PUTRI,
PESONAMU MEMANCAR PENUH KEANGGUNAN
DETAK JANTUNGKU BERDERAK, BERDERIT, MENGGIGIT
MEMBANGUNKAN KEHANGATAN ABADI
SETIAP INSAN YANG MENGENALMU
PUTRI,
SETIAP KALI MATAKU TERPEJAM
KAU MENJELAJAH DI SELASAR BIANGLALA
MELENGGANG SEIRING LAJU ANGIN MALAM
MENEMANI BINAR BINTANG DAN GELAPNYA CAKARAWALA
PUTRI,
BILA KUTERBANGUN PAGI HARI
KAU MENYAMBUT DENGAN SEULAS SENYUM
KAU HADIAHI AKU DENGAN CIUM MESRAHMU
KAU BERMANJA DALAM PELUKANKU
PUTRI,
KAULAH TERCANTIK SESUDAH BUNDAMU
KAULAH LABUHAN YANG TAK KAN PERNAH KUTINGGALKAN
KAULAH PELITA DALAM CERUK KEGELAPAN
KAULAH SURYA CEMERLANG YANG TAKKAN PERNAH INGKAR
PUTRI,
PIPIT MANISKU,
TERBANGLAH
MENEMBUS KEHIDUPAN
PERSEMBAHKAN NUANSA TERBAIKMU
Puisi ini kupersembahkan untuk Pipit Kecilku
di 23.32 0 komentar
ANAKKU
ANAK-ANAKKU,
ADALAH BELAHAN DARI DIRIKU
INGIN KUPATRI DI DADANYA
HANGAT RASA SAYANG PADA SESAMA
INGIN KUCORET DI KENINGNYA
AGAR SELALU INGAT PENCIPTANYA
INGIN KULIHAT GARIS KEHIDUPAN DI TANGANNYA
AGAR TERBENTUK WELAS ASIH
INGIN KUIKAT TULUS KAKINYA
AGAR KOKOH MENGHADAPI HASUT DUNIAWI
ANAK-ANAKKU,
ADALAH MATA HATIKU
SENYUM, CERIA, MATA BERBINAR
MENANGIS, BERTENGKAT, NAKAL, MEMBANGKANG
TERTAWA, TERBAHAK
HARI INI,
ESOK,
LUSA,
SELALU KURINDUKAN.
(25-02-2005)
di 23.30 0 komentar
BELUM SELESAI
Ada sebongkah gundah yang baru saja menyelimuti rasa. Menyelinap diantara relung-relung hati yang terkoyak. Mengelupas rasa perih, pedih akan rasa sakit yang sudah lama mongering. Memutar lagi memori kepenatan yang sudah agak sembuh.
Ruri terdiam di pojok kamar yang tidak berukuran terlalu luas. Tapi ruang itu serba rapi. Sebuah tempat tidur beralas kain merah muda bergambar tokoh kartun Disney, menyiratkan bahwa pemilik tempat tidur itu seorang yang ceria, humoris, dan masih menyelipkan jiwa kekanak-kanakan. Di sebelah kiri tempat tidur sebuah meja kecil dari kayu jati pilihan, warisan dari ayahnya, selalu menemani dikala dia teringat akan ayah tercintanya. Di atasnya terdapat tape recorder plus DVD player yang siap mengalunkan tembang-tembang pilihan hati. Enya, Yani, Richard Clayderman, Kenny G, adalah sebagian dari koleksi popklasik kesukaannya.
Ruri masih terdiam sambil memandang dengan tatapan kosong kearah luar jendela kamarnya, hampir tidak pernah dia perhatikan. Lalu lalang simbok bakul yang lewat di sebelah rumahnyapun tidak mengusik lamunannya. Mata hatinya hanya melayang, menembus kegalauan hati, menyibak perjalanan waktu untuk menemukan lagi ketegaran dirinya. Ketegaran yang sudah lama dia bangun, dia susun dari keeping-keping kehancuran. Dari serpihan-serpihan rasa sakit, yang teramat sakit.
(17-02-2005)
Mengapa kamu datang lagi?
Tidakkah kamu merasa malu untuk jumpa denganku?
Tidakkah kamu merasa menyesal telah meninggalkan guratan-guratan kesedihan?
Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut kecil Ruri. Rasa sesak menyelimuti dadanya. Seakan-akan tidak ada lagi udara untuk dia hirup. Sekitarnya terasa gelap, gelap, dan gelap!
Pergi! Pergi! Pergiiiiiiii…….! Teriakan Ruri mengema, memantul dalam ruang kamarnya.
Sunyi, kembali tidak ada suara. Yang terdengar hanya detak detik jam dinding yang tidak mau tahu suasana hati Ruri.
di 23.29 0 komentar
RINDU
RINDU …
Adalah rasa mengebu ingin menyeruak
Rintangan waktu yang telah berlalu
RINDU …
Adalah hasrat ingin memeluk sekali lagi
Kenangan yang telah terhempas
Bersama kerikil di bibir pantai.
RINDU …
Adalah potongan-potongan cerita
Yang ingin kususun menjadi sebuah deret klip
Yang akan kuputar bersama degup jantung menggebu
RINDU …
Adalah sosok yang ingin kulukis kembali
Dengan goresan-goresan lembut
Di atas kanvas binary-binar kehangatan
RINDU …
Adalah pandangan mata
Yang selalu bersemangat dan tersenyum
Bila tanganku memainkan rambut di keningmu.
RINDU …
Tak pernah pupus,
Walau waktu meninggalkanku
di 23.28 0 komentar
SEMUSIM
Di perjalanan ini ada sesuatu yang sempat tertinggal, tetapi ada juga yang lenyap tak berbekas. Menata sesuatu yang terserak seakan satu pekerjaan sulit yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran ekstra. Alangkah senangnya apabila yang terserak segera terkumpul dan menjadi satu lagi. Menjadi sesuatu seperti sedia kala. Sesuatu yang mustahil.
Andai malam yang telah larut bisa kembali seperti sedia kala, melagukan sesuatu yang telah lenyap oleh desiran angin. Andai bulan tampak seperti bulan penuh seperti yang kulihat sebulan lalu. Andai tapak kakiku saat ini seperti yang tampak sebulan lalu. Sesuatu yang tidak mungkin.
Perjalanan hidup seiring dengan perjalanan waktu, dan seiring dengan perjalanan perubahan hati dalam diri manusia. Tak ada sesuatu yang kekal, semuanya berjalan dinamis seiring dengan perubahan yang ada.
SEMUSIM ……
Kulangkahkan kakiku menelusuri jalan berbingkai batu kali, ada seonggok rumput kering tersibak bergerai ditiup angin pagi itu. Jalan berbatu kapur yang kering, tampak basah disana sini karena hujan semalam. Langkah kakiku semakin gontai seiring lagu hatiku yang tersayat waktu yang tak mau menunggu. Kesunyian pagi itu adalah alunan tembang tangis yang tak pernah keluar air mata. Mentari yang siap tersenyum tak mampu mengubah sudut bibirku, tak mampu mengubah sorot mataku, tak mampu mengalihkan degup jatungku, tak mampu menghiburku … .
SEMUSIM ……..
Waktu hanya sesaat. Ada waktu bermula ada waktu berakhir. Ada waktu menatap ada waktu menunduk. Ada waktu bertanya ada waktu menjawab. Ada waktu tertawa dan ada waktu menangis. Ketika awal ada senyum binar-binar semangat dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan bisikan-bisikan yang seharusnya tidak perlu kita dengar. Kalau aku tidak menyadari ingin rasanya yang awal terulang kembali. Kalau aku menjadi manusia egois ingin rasanya mengulang degup jantung yang berdetak keras, ketika menatap mata sayu dihadapanku. Tapi aku harus sadar, awal akhir, menatap menunduk, bertanya menjawab, tertawa menangis, memang harus terjadi, dan aku sebagai manusia yang memang diciptakan untuk menerima, maka harus menerima.
SEMUSIM ……..
Kulanjutkan langkahku. Hingga ujung jalan itu. Matahari kian riang memamerkan hangat di punggungku. Ada sedikit tempat yang longgar dalam batinku, setelah menyadari sesuatu yang memang harus disadari dan diterima.
SEMUSIM ………
Kudendangkan cerita lama
Menuntunku tuk menghayal
Melangkah mencari diri
berkubang
di 23.23 0 komentar
AKU KEMBALI
ADA SESUATU YANG TERTINGGAL DALAM BENAK
MENDERA RAGU MENGGULUNG OMBAK BATIN
MENERPA LINGGAR HATI YANG TIMBUL TENGGELAM
MEMUPUSKAN HARAPAN YANG MELEKAT ERAT
MEMUTUS ERAT MATA RANTAI YANG KIAN KOYAK
SESUATU,
KEMBALI MENJADI SESUATU
SESUATU YANG SELAMA INI MENIMBUN DALAM RELUNG
KUSISIPKAN LAGU BATIN PALING DALAM
DAN YANG TAK PERNAH ADA PAMRIH
TELAH TERKABUL
SESUATU YANG DULU SUNYI
SESUATU YANG DULU PERNAH HAMPA
KINI SATU PERSATU MULAI TIMBUL
DAN MEMENUHI KEINGINAN YANG PALING DALAM
BAHAGIA
YA KEBAHAGIAAN
KEBAHAGIAAN YANG SELAMA INI DIDAMBA
TELAH MENJADI SESUATU YANG TERINDAH
KINI AKU
AKAN MENJADI AKU KEMBALI
AKU YANG SEPERTI DULU
TUGASKU TELAH SELESAI MENDAMPINGIMU
LANTUNAN SEDIKIT DOAKU TELAH TERKABUL
LANTUNAN KATA HATI PALING DALAM TELAH PUPUS
AKU
KEMBALI
SEPERTI
DULU
LAGI
GOODBYE
271204
di 23.17 0 komentar
BIDADARIKU
Bidadariku
Menari lembut di ujung cakrawala
Gemulai tubuhmu membuka mata
Memainkan suasana
Bidadariku
Sentuhan senyummu
Menghadirkan nuansa bahagia
Memoles sepi menjadi sedikit akrab
Bidadariku
Matamu yang tajam
memahat jiwa kerasmu
Tak ada satupun yang dapat mencencangmu
Aku juga tak bisa
Sekali terucap
Selamanya akan selalu kau ingat
Bidadariku
Semangatmu adalah warisan dari bundamu
Yang sudah tergores dalam benak
Selalu, dan selalu kau lakukan
Angin, panas, hujan
Tak ada dalam kamusmu
Yang ada adalah harus
Harus lakukan sesuai dengan inginmu
di 17.31 0 komentar
22 Juni 2007
BILA AKU RINDU
Bila aku rindu. Akan aku bentangkan rasa sayang.
Merindukan suasana, saat-saat kita bersama. Meramu keinginan untuk mengapai cinta. Namun semua itu harus kita sadari. Bahwa rindu hanya sebatas rindu, tidak bisa menyatu, membaur.
Ketika temaram sinar pelangi menyembul diantara pucuk-pucuk pinus. Selimut sepi dan dingin dari hembusan kabut tipis nan nakal, aku telah terjaga. Kupeluk lututku di ujung tenda. Kuperhatikan sekeliling. Sepi. Dengan menahan dingin aku melangkah. Kuhirup kuat-kuat udara nyaman yang tidak pernah aku rasakan ketika berada di kota. Aku berlari-lari kecil didepan jajaran tenda sambil menggerak-gerakkan tangan kesamping kanan, kiri juga ke atas ke bawah.
Ketika senyum harus aku lihat
Ketika sapuan mata indah harus aku nikmati
Kuraih harapan semu yang terbentang
Aku tersenyum sendiri
Aku berlari, dan berlari
Namun, aku tak kuasa .......
Kemudian, suasana mejadi riuh, penghuni tenda satu persatu menyembulkan kepalanya. Kebanyakan bersedekap menahan udara dingin. Ada yang menguap, seakan enggan meninggalkan kantuknya. Kepenatan tampak diwajah mereka. Walau begitu masih ada gurat-gurat kegembiraan sisa kegiatan malam tadi. Malam yang hening. Malam di hutan pinus nan molek. Ada rasa takut berteman dengan sunyi. Ada rasa sedih berteman dengan gelap. Namun semua itu bisa terlewati, walau ada satu dua yang stress.
Pritttttt ........
Suara peluit membangunkan lamunanku
Kupandang
Kunikmati
Kuhayati
Kau berdiri dengan anggun
Balutan kaos putih lengan panjang
Menebar pesona
Aku tak ingkari ....
Semua membentuk barisan berjajar empat. Yang paling depan ujung kiri mulai menghitung. Sampai di ujung kanan berkata "pas". "Pagi ini adalah hari terakhir kita berkemah. Kemasi barang kalian, jangan sampai ada yang tertinggal. Saya minta ada beberapa anak yang membantu mengemasi tenda dan peralatan yang lain". Barisan bubar. Berebut masuk tenda masing-masing.
Tak kusangka
Aku bisa tersenyum demikian bebas
Aku genggam anganku
Aku simpan mimpiku
Aku sembunyikan harapku
Nanti
di 22.38 0 komentar
21 Juni 2007
PAGI TADI
di 22.25 0 komentar
Label: waktuku Pagi Tadi
WAKTUKU TELAH TIBA
di 19.14 0 komentar