Sabtu, 15 Oktober 2016 adalah
waktu paling melelahkan. Workshop IHT Kurikulum 2013 hari itu adalah hari
terakhir, dari rangkaian kegiatan workshop yang sudah dimulai sejak Senin. Aku
pulang dari sekolah sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Seperti biasa aku pulang
paling akhir dari teman-teman di kantor. Sampai di rumah masih sempat untuk cas
kamera, dan kamera video, serta beberapa hp milik Non, dan Ara. Sedang Ara dan
Non, mempersiapkan diri. Aku cek kembali barang bawaan yang sore itu akan
dibawa. Tidak berapa lama Mas Sigit datang. Beliau adalah seorang teman yang
sudah kuanggap saudara sendiri. Kadang Aku minta tolong pada beliau. Selain
mendampingi NEO ketika latihan maupun performance. Karena tidak mau terulang
kembali tentang jebolnya snare drum milik panitia, maka aku bawa snare sendiri,
buat jaga-jaga, karena baru kali ini Ara mengikuti drum competition di
Solo-Jawa Tengah. Sebuah uji coba di luar kandang, utamanya mencari pengalaman
bermain drum di komunitas luar kota Surabaya.
Tepat pukul 20.00 WIB. Kami
berempat berangkat. Menuju ke Bungurasih atau ke garasi bus EKA? Dua pilihan
yang harus aku ambil. Karena hari Sabtu malam Minggu aku berasumsi dari
pengalaman bahwa Terminal Bungurasih pasti ramai dengan penumpang yang hendak
ke luar kota, tapi mengingat tanggal 15 adalah tanggal pertengahan, kemungkinan
uang sudah mulai menipis bisa juga Bungurasih sepi. Akhirnya aku putuskan ke
garasi bus EKA. Ara mengontak UBER, kurang lebih sepuluh menit UBER yang
dipesan sudah datang. Sebuah ERTIGA yang disopiri bapak yang ramah telah
datang. Semua barang bawaan, snare, koper, dan satu tas punggung aku letakkan
di dalam bagasi mobil. Mas Sigit duduk di samping pak sopir, sedang aku, Non,
dan Ara duduk di bangku nomor dua. Pak sopir UBER ini cukup ramah, pakaian
rapi, enak diajak ngobrol, dan cara mengendarai lebih mengutamakan keselamatan.
Trims banget untuk armada UBER yang sudah mempunyai sopir seperti ini.
Sampai di garasi bus EKA, kami
harus menunggu dulu. Sebuah bus patas sudah siap, dan kami dengan beberapa
penumpang masuk ke dalam bus. Aku duduk di deret nomor dua dari depan. Satu
tempat yang cukup nyaman menurutku. Biasanya sih tempat yang nyaman kalau naik
bus adalah mulai deret nomor dua dari depan, dan jangan pernah di belakang atau
tempat duduk di atas posisi ban, baik ban depan terlebih ban belakang.
Perjalanan malam cukup lancar,
yang biasanya di daerah Caruban macet, malam itu lancar jaya. Sampai di rumah
makan Duta-Ngawi, kami dibangunkan pak Kondektur untuk makan malam. Aku dan Non
lebih memilih nasi rawon favorit kami kalau singgah di rumah makan DUTA. Sedang
Mas Sigit pesan bakso tanpa nasi, dan Ara pesan soto ayam.
Kami lanjutkan lagi perjalanan
dengan tidur pulas, karena pekat malam di perjalanan tidak mungkin kami
nikmati. Sampai di Terminal Solo-TIRTONADI, kami dibangunkan oleh kondektur.
Enaknya naik Patas EKA, ketika penumpang tertidur, kondektur selalu
mengingatkan kalau akan sampai di terminal yang dituju. Terminal di pukul 02.00
dini hari cukup sepi, hanya beberapa tukang ojek dan sopir taxi yang menawarkan
diri untuk mengantar. Tampak juga beberapa orang tidur pulas di kursi-kursi
yang seharusnya untuk duduk penumpang. Karena aku belum pesan hotel untuk malam
itu, aku mencoba bertanya pada sopir taxi, hotel yang dekat dengan PARAGON
MALL. Maklum aku baru pertama kali menikmati kota Solo dengan sebenarnya,
walaupun hampir setiap tahun aku lalu lalang Surabaya-Yogyakarta. Menumpang
sebuah Panther yang sebenarnya tidak layak disebut taxi, kami nikmati saja
perjalanan malam itu. Bapak sopir taxi tadi menunjukkan sebuah hotel yang
sebenarnya sempat juga aku cari di Google RED PLANET HOTEL. Sampai di depan
hotel sudah penuh dengan mobil luar kota yang terparkir. Aku turun terlebih
dulu untuk memastikan bahwa malam itu masih tersedia kamar. Setelah ada
kepastian bahwa ada kamar, maka kami menuju ke resepsionis. Aku serahkan KTP
untuk dicatat, setelah membayar Rp 225.000,- kami menuju kamar di lantai 6
menggunakan lift. Pengalaman baru, ketika naik menggunakan lift maka harus
menempelkan dulu kartu yang juga berfungsi sebagai kunci kamar. Tanpa
menempelkan kartu tersebut maka lift tidak akan jalan. Satu hal yang bagus
untuk mencegah orang-orang yang tidak berkepentingan untuk menggunakan lift.
Masuk di kamar 607, fasilitas
cukup untuk kami yang hanya sekedar transit. Sebuah tempat tidur double. Sebuah
televisi, tidak ada almari, yang ada hanya pojok gantung, yang dipakai untuk
menggantungkan pakaian. Dan yang unik disediakan sebuah hirdryer, untuk
mengeringkan rambut. Fasilitas air dingin dan panas, cukup untuk menghilangkan
lelah. Hanya sayang tidak ada fasilitas alat mandi sikat gigi dan pasta gigi.
Tersedia juga lemari besi untuk menyimpan benda berharga. AC dingin banget,
sedang kontrol AC ada di sebelah pintu masuk. Kamar mandi bersih dengan shower,
sedang shampoo dan sabun tersedia. Cukup nyaman untuk sekedar menghilangkan
lelah dan sesuai dengan harga. Sebuah hotel yang dapat direkomendasikan pada
para pelancong yang hendak menikmati keindahan kota Solo. Tidak jauh dari pusat
kota, Terminal Tirtonadi, dan Stasiun Solo Balapan.
Pagi menjelang, perut sudah
minta diisi, aku dan mas Sigit turun ke lantai dasar, keluar hotel di sekitar
sudah banyak abang becak nongkrong untuk menunggu calon penumpang. Aku coba
telusuri jalan mencari warung, sampai di Paragon Mall, pagi itu tidak ada satu
pun warung yang buka. Tidak seperti di Surabaya, kota tak pernah mati, pagi
semua sudah berlomba untuk mencari sesuap nasi, warung-warung yang menyediakan
sarapan pagi sudah buka. Tapi di kota Solo lain, waktu berjalan lambat, gegap
gempita orang berlomba menikmati waktu tidak seramai di Surabaya. Alhasil aku
dan Mas Sigit pulang ke hotel kembali tanpa membawa makanan. Sampai di tikungan
kanan menuju hotel terlihat sebuah warung sederhana bertuliskan SOTO AYAM SEMARANG,
mas Sigit aku suruh pesan dulu sedang aku menuju hotel untuk memanggil Non dan
Ara. Kami berempat menikmati sarapan pagi dengan soto ayam khas Semarang.
Menurutku soto ayam Semarang yang ada di warung itu tidak ada bedanya dengan
sop klaten, atau soto ayam Solo. Non, nyeletuk kalau di Surabaya, pak Syamsi
yang makan soto seperti ini pasti habis tiga porsi, ketika melihat mangkuk yang
tidak seberapa besar yang digunakan untuk soto pagi itu. Kerupuk warna kuning
di topeles aku ambil empat, kerupuk khas Jawa Tengah, berwarna kuning, mungkin
kalau di Surabaya kerupuk lebih dominan warna putih. Sedang minum aku pesan teh
hangat. Soto empat, kerupuk empat, minum teh hangat tiga dan sebuah pentol
goreng tusuk berisi empat buah menghabiskan kocek Rp 38.000,-, Sangat murah
untuk sarapan pagi di kota Solo.
Di hotel kami bersiap-siap
meluncur ke Paragon Mall Solo. Pukul
10.00 kami chek out, kuserahkan kembali idcard yang pada waktu cekin
diberikan kepada setiap pengunjung. Di halaman RED PLANET HOTEL sudah tampak
beberapa abang becak. Kuhampiri seorang abang becak yang sedang menikmati
hangat ketela goreng. Aku sapa, dan menanyakan kalau ke Paragon Mall berapa.
Abang becak tadi mengatakan Rp 15.000,-. Menurutku harga Rp 5.000,- lebih
mahal. Kalau melihat jarak antara hotel dan Paragon Mall cukup dekat, karena
pagi aku sempat jalan dari hotel ke Paragon Maal. Akhirnya kami naik dua becak.
Tidak kurang dari 10 menit kami sampai di Paragon Mall. Karena waktu itu ada
kunjungan dari Bp. Jokowi Presiden RI, Jalan menuju lobby Paragon Maal ditutup.
Terpaksa kami diturunkan gedung parkir yang terletak di sebelah kiri Mall.
Sampai di pintu masuk Mall, sempat ditanya barang bawaan kami. Setelah aku
jelaskan bahwa yang aku bawa hanya sebuah snare drum, Pak satpam tanggap, dan
menunjukkan tempat drum competition diadakan. Ramah, Simple dan tanggap. No
satu untuk pak Satpam Paragon Mall Solo.
Sampai di hall masih sepi. Baru
satu, dua peserta yang daftar ulang. Setelah daftar ulang Ara mendapatkan satu
tiket untuk pendamping yang aku berikan pada Non, sedang aku dan Mas Sigit
membeli lagi tiket seharga Rp 20.000,- Di dalam hall sudah tertata rapi deretan
kursi untuk pengunjung. Sedang deretan kursi sebelah kanan panggung untuk
peserta. Di panggung sudah tampak 3 set drum lengkap. Drumset untuk peserta
yang ada di tengah sedang drumset lain untuk bintang tamu, yaitu ENO GITARA dan
AGUNG GIMBAL. Tepat di depan panggung sudah siap 3 juri. Tata panggung yang
apik, ditunjang dengan background LED dan 3 monitor televisi di bagian penonton.
Tata lampu juga bagus terpusat di areal drummer yang sedang memainkan drum di
panggung. Panitia juga menyediakan jasa untuk shoot video. Dua buah kamera
terletak di bagian depan kiri, dan satu lagi terletak di bagian belakang kanan.
Cukup Profesional. Kualitas backsound juga bagus karena terletak di bagian kiri
dan kanan drummer. Hal yang pantas
ditiru adalah setiap peserta tidak boleh menambah atau mengubah set drum. Dan
janji panitia memang ditepati, panitia sudah menyiapkan setdrum 5 piece. Dengan
hithat, crass cymbal dua buah, ride, dan cymbal chines. Ternyata juga ada
tambahan cowbell kaki. Sip untuk panitia. Profesional. Terlebih setiap peserta
yang akan main, 2 orang membantu untuk mengeset kembali bila diperlukan.
Tampilan peserta no. 1 sampai dengan 5, masih diperkenankan cheksound, tapi
mulai peserta keenam dan seterusnya langsung beraksi. Kekurangan dari panitia menurutku adalah
ketika ada seorang drummer beraksi dan stick jatuh dan tidak mempersiapkan
cadangan hendaknya panitia tidak membantu memberikan stick, apalagi ini
dilakukan dua kali. Karena ini lomba, bukan performance. Kekurangan kedua yaitu
semua peserta segala umur dijadikan satu dalam satu lomba tanpa kategori.
Kasihan anak-anak yang masih pemula, tentunya kesempatan menang kecil, karena
pada umumnya yang tampil sudah jago-jago. Sedangkan kekurangan ketiga adalah
pengumuman pemenang dilakukan setelah acara coaching clinic dari bintang tamu,
dan launching album. Jelas karena ada
beberapa peserta dari luar kota Solo, dan pertimbangan bahwa besuk masih
sekolah, banyak peserta yang sudah pulang.
Setelah melihat lomba, aku acungkan
jempol ternyata drummer di daerah-daerah hebat-hebat, tidak kalah dengan dari
Surabaya. Di luar kota Solo, ikut memeriahkan acara itu adalah drummer dari
Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Sidoarjo, Jombang. Dedengkot pencari juara yang
biasanya ikut lomba drum dari Surabaya dan sekitarnya tumplek bleg di Hall
tersebut, dan mendapatkan lawan yang cukup tangguh. Yang terpenting dan untuk
catatan bahwa drum kompetisi seperti ini adalah ajang silahturahmi menjalin
persahabatan antar drummer dan keluarganya. Kedua mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan tentang teknik-teknik terbaru yang pada akhirnya akan menjadi
rujukan untuk meningkatkan skill dalam bermain drum.
Waktu sudah menunjukkan pukul
17.00, waktu rehat kedua. Acara akan dilanjutkan pukul 18.00. Praktis masih ada
tiga acara lagi, dan baru diumumkan pemenangnya. Tentu kalau menunggu acara
sampai selesai, aku sampai di Surabaya sudah siang dan tidak mungkin masuk
kerja, dan Ara juga tidak mungkin masuk sekolah. Maka aku putuskan rehat kedua
ini, kami langsung meluncur ke terminal Tironadi untuk kembali ke Surabaya.